class='date-header'>Jumat, 30 September 2016

ULUMUL HADIST, KEGUNAAN DAN RUANGLINGKUPNYA

ULUM AL-HADIST, KEGUNAAN DAN RUANG LINGKUPNYA
OLEH: YUSWADI

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar belakang
Sebagaimana kita ketahui, banyak istilah untuk menyebut nama-nama hadist sesuai dengan fungsinya dalam menetapkan syari`at Islam. Ada Hadist Shahih, Hadist Hasan, dan Hadist Dha`if. Masing-masing memiliki persyaratan sendiri-sendiri. Persyaratan itu ada yang berkaitan dengan persambungan sanad, kualitas para periwayat yang di lalui hadist, dan ada pula yang berkaitan dengan kandungan hadis itu sendiri. Maka persoalan yang ada dalam ilmu hadist ada dua. Pertama berkaitan dengan sanad, kedua berkaitan dengan matan. Ilmu yang berkaitan dengan sanad akan mengantar kita menelusuri apakah sebuah hadist itu bersambung sanadnya atau tidak, dan apakah para periwayat hadist yang di cantumkan di dalam sanad hadist itu orang-orang yang terpercaya atau tidak. Adapun Ilmu yang berkaitan dengan matan akan membantu kita mempersoalkan dan akhirnya mengetahui apakah informasi yang terkandung di dalamnya berasal dari Nabi atau tidak. Misalnya, apakah kandungan hadis bertentangan dengan dalil lain atau tidak.
B.Rumusan Masalah
1.    Apa Pengertian Ulumul Hadist dan kegunaannya?
2.    Apa Pengertian Ilmu Hadist Riwayah dan Dirayah ?
3.    Apa Cabang-cabang Ilmu Hadist?
C.Tujuan
Tujuan Secara umum penulisan makalah ini adalah bertujuan supaya kita untuk mengetahui tentang Ulumul Hadist beserta cabang-cabangnya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Ulumul Hadits dan Kegunaannya
   
  1. Pengertian Ulumul Hadist.

Kata Ulum al-Hadist berasal dari bahasa Arab, terdiri dari kata ulum dan al-Hadist. Kata ulum merupakan bentuk jamak dari ilmu yang secara etimologi berarti ilmu-ilmu, Ulum merupakan bentuk jamadari ilmu  yang berarti al -fahmu wa al-Idrak berarti faham dan menguasai. Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam yang disusun secara ilmiah. Sedangkan Hadist menurut bahasa berarti al-jadid (yang baru), lalu dijamakkan menjadi “ahadist”. Menurut istilah al-Hadist adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Baik yang berupa perkataan, perbuatan, taqrir, atau sifat tertentu. [1]

اَقْوَالُهُ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاَفَعَاله وَأَحْوَالُهُ
“Segala ucapan, segala perbuatan dan segala keadaan atau perilaku Nabi SAW” 
Dengan demikian Ulumul Hadist adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadist Nabi SAW. Para Ulama ahli hadist banyak yang memberikan definisi ilmu hadist, di antaranya Ibnu Hajar Al-Asqalani:
الْقَوَاعِد المُعَرِفَةُ بِحَالِ الرَّاوِي وَالْمَرْوِيٌ
“Kaidah-kaidah yang mengetahui keadaan perawi dan yang diriwayatkan”
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadist adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan.
  
  1. Kegunaan Ulumul Hadist
Kegunaan ilmu hadist adalah untuk mengetahui hadist-hadist yang shahih , yakni mengetahui keadaan dari suatu hadist, apakah hadist tersebut shahih, hasan, atau bahkan dhaif yakni lemah, sehingga tidak dapat digunakan sebagai pegangan.  
Sedangkan secara rinci, tujuan mempelajari ilmu hadist antara lain:
  1.  Mengetahui istilah-istilah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring (filterisasi) dan mengklarifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi kuantitas maupun kualitas sanad dan matan hadist yang diterima dan mana yang bukan hadist
  2. Mengetahui kaidah-kaidah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring (filterisasi) dan mengklarifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi kuantitas maupun kualitas sanad dan matan hadist, sehingga dapat menyimpulkan mana hadist yang diterima dan mana yang ditolak.
  3. Mengetahui usaha-usaha dan jerih payah yang ditempuh para ulama dalam menerima dan menyampaikan periwayatan hadist, kemudian menghimpun dan mengodifikasikannya ke dalam berbagai kitab hadist.
  4. Mengenal tokoh-tokoh ilmu hadist baik riwayah ataupun dirayah yang mempunyai peran penting dalam perkembangan pemeliharaan hadist sebagai sumber syari’ah islamiyah sehingga hadist terpelihara dari pemalsuan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. [2]
B.Ilmu Hadist Riwayah dan Dirayah
Secara umum, ilmu hadist dari bidang pembahasannya bisa dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :

  1. Ilmu hadist riwayah
Adalah ilmu pengetahuan yang membahas proses pemindahan/pencatatan apa-apa yang disandarkan pada Rasulullah SAW, baik yang berupa ucapan, perbuatan, ketetapan atau sifat akhlak dan sifat lahiriah beliau. Sehingga fokus pembahasannya adalah hadist-hadist Rasulullah SAW itu sendiri dan proses perpindahannya. Manfaat ilmu ini adalah : menjaga sunnah dan memastikannya terbebas dari kesalahan dalam proses perpindahannya. [3]
Ibn al-Akfani, sebagaimana dikutip oleh al-Sayuthi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ilmu Hadist Riwayah ialah : “Ilmu pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi SAW baik periwayatannya, pemeliharaannya, maupun penulisan atau pembukuan lafaz-lafaznya.
Ulama yang terkenal dan dipandang sebagai pelopor ilmu hadist riwayah adalah Abu Bakar Muhammad bin Syihab az-Zuhri (51-124 H), seorang imam dan ulama besar di Hedzjaz (Hijaz) dan Syam (Suriah). Dalam sejarah perkembangan hadist, az-Zuhri tercatat sebagai ulama pertama yang menghimpun hadist Nabi SAW atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz atau Khalifah Umar II (memerintah 99 H/717 M-102 H /720 M).
Meskipun demikian, ilmu hadist riwayah ini sudah ada sejak periode Rasulunah SAW sendiri, bersamaan dengan dimulainya periwayatan hadist itu sendiri. Sebagaimana diketahui, para sahabat menaruh perhatian yang tinggi terhadap hadist Nabi SAW. Mereka berupaya mendapatkannya dengan menghadiri majelis Rasulullah SAW serta mendengar dan menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan Nabi SAW.
Kehadiran hadist sebagai sumber pokok ajaran islam, memang banyak dipersoalkan, hal ini berkaitan dengan matan, perawi, sanad dan lainnya, yang kesemuanya menjadi boleh atau tidaknya suatu hadist untuk dijadikan hujjah. Terlepas dari itu, perbedaan sahabat dalam memahami hadist pun menjadi hal yang penting untuk ditelaah lebih lanjut, karena perbedaan pemahaman tersebut mengakibatkan periwayatan pun menjadi berbeda. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab suatu hadist diperselisihkan oleh para ulama tentang kehujjahannya.
Objek kajian ilmu hadist riwayah adalah bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain, memindahkan atau mentadwilkan. Dalam meriwayatkan hadits atau mentadwilkan hadist hanya disebutkan apa adanya baik yang berkaitan dengan sanad maupun matan.  Kegunaan ilmu hadist riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan hadist yang tidak berasal dari sumbernya (Nabi Muhammad SAW). [4]
Adapun faedah mempelajari ilmu Hadist Riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang pertama yaitu Nabi Muhammad SAW.
  1. Ilmu Hadist Dirayah
Ilmu hadist dirayah biasa juga disebut sebagai Ilmu Musthalah Al-Hadist, Ilmu Ushul Al-Hadist, Ulum Al-Hadist, dan Qawa’id Al-Tahdist. Al-Tirmizi mendifinisikan ilmu ini dengan undang-undang atau qaidah-qaidah dan permasalahan yang dengannya bisa diketahui kondisi/keadaan para perawi (rawi) dan yang diriwayatkannya (marwi), dari segi apakah bisa diterima atau tidak. Yang dimaksud dengan keadaan perawi adalah Mengetahui kondisinya secara objektif baik ataupun kurang baik, dan apa-apa yang berhubungan dengan proses bagaimana dia meriwayatkan hadist. Fokus pembahasan ilmu ini pada sanad dan matan hadits, serta kondisi yang melingkupi keduanya. Manfaat utama dari pembahasan ilmu ini adalah mengetahui sebuah haditst bisa diterima atau ditolak. Pada perkembangan selanjutnya, ilmu Hadist dirayah juga biasa disebut dengan Ilmu Hadist saja, atau juga dengan sebutan Ilmu Musthalahul Hadist. [5]
            Dengan demikian ilmu hadist dirayah berbeda jauh dengan ilmu hadist riwayah. ilmu hadist dirayah memiliki kedudukan yang sangat penting, walaupun demikian ilmu hadist dirayah ini tidak dapat berdiri sendiri tanpa ilmu hadist riwayah. Maka dapat dikatakan bahwa ilmu hadist riwayah adalah modal dasar sedangkan ilmu hadist dirayah adalah kelanjutannya, bahkan lebih jauh lagi sasaran akhir dari kajian ilmu hadist tersebut adalah hidayah Allah SWT. [6]
Objek kajian ilmu hadist dirayah adalah keadaan para periwayat atau rawi dan hadist-hadist yang mereka riwayatkan atau marwi. Keadaan para periwayat menyangkut pribadi seperti akhlak, tabiat, keadaan hafalannya atau menyangkut persambungan dan terputusnya sanad. Sedangkan keadaan hadist- hadist yang diriwayatkan dari segi kesahihan, kedhaifan, dan dari segi lain-lainya yang berkaitan dengan keadaan matan. Matan Hadist dapat dinyatakan Maqbul (diterima) sebagai matan hadist yang shahih apabila memenuhi unsur-unsurnya yaitu tidak bertentangan dengan akal, tidak bertentangan dengan Al-Quran yang telah muhkam (ketentuan hukum yang telah tetap), tidak bertentangan dengan hadist mutawatir, tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama masa lalu (Ulama salaf), tidak bertentangan dengan dalil yang disepakati, tidak bertentangan dengan hadist ahad yang kualitas kesahihannya lebih kuat. [7]
Kegunaan mempelajari ilmu hadist dirayah cukup banyak antara lain:
1.      Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadist dan ilmu hadist dari masa ke masa sejak zaman Nabi SAW hingga sekarang. Hadist dan ilmu hadist telah mengalami sejarah perkembangan yang cukup signifikan sejak masa awal Islam hingga masa sekarang.
2.      Dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadist.
3.      Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadist lebih lanjut.
4.      Dapat melakukan penelitian hadist dan melakukan penilaian terhadap kualitas hadist tertentu.
5.      Dapat melakukan klarifikasi dan kritik ulang terhadap suatu hadist yang kualitasnya masih diperselisihkan. Tidak sedikit hadist yang dalam rentang waktu cukup lama diperselisihkan kualitasnya di kalangan para ulama, dan memerlukan klarifikasi serta kritik ulang sehingga diketahui status hadist yang sesungguhnya. [8]
C.Cabang-cabang Ilmu Hadist
Dari ilmu Hadist riwayah dan dirayah pada perkembangan berikutnya muncullah cabang-cabang ilmu hadist lainnya seperti Ilmu yang saya cantumkan dibawah ini :
1.      Ilmu Rijal al-Hadist
 ﻋﻟﻡ ﺭﺠﺎﻝ ﺍﻟﺤﺩﻴﺙ ﻋﻟﻡ ﻴﻌﺭﻑ ﺭﻭﺍﺓ ﺍﻟﺤﺩﻴﺙ ﻤﻥ ﺤﻴﺙ ﺍﻨﻬﻡ ﺭﻭﺍﺓ ﺍﻟﺤﺩﻴﺙ
“Ilmu untuk mengetahui para perawi hadits dengan kapasitasnya sebagai perawi hadits”.
            Yang dimaksud dengan ilmu Rijalil Hadist ialah ilmu yang membicarakan seluk-beluk dan sejarah kehidupan para perawi, baikdari generasi sahabat, tabi’in, maupun tabi’ tabi’in.
            Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadist, baik dari sahabat, dari tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu Rijal al-Hadist adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadist dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadist. Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini. Ada yang menyebut Ilmut Tarikh ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu Tarikh al-Ruwat.
Dari pengertian tersebut, dapat diambil pemahaman bahwa kedudukan ilmu ini sangat penting , mengingat obyek kajiannya pada “matan” dan “sanad”, sebab kemunculan ilmu rijal al-hadist bersama-sama dengan periwayatan hadist dan bahkan sudah mengambil porsi khusus untuk mempelajari persoalan-persoalan di sekitar sanad. oleh sebab itu mempelajari ilmu ini sangat penting, sebab nilai suatu hadits sangat dipengaruhi oleh karakter dan perilaku serta biografi perawi itu sendiri.
Adapun ruang lingkup ilmu Rijal al-Hadist adalah sejarah kehidupan para tokoh, meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, di negeri mana saja tokoh-tokoh tersebut mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadist dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadist.
Tokoh perintis ilmu rijal al-hadist ini adalah Sufyan ats-Tsauri (wafat 161 H), Al Bukhari (wafat 256 H), Muhammad Ibnu Sa’ad (wafat 230 H), As Suyuti (wafat 911 H), ‘Aisyah(isteri Rasul saw).
Contoh biografi dari Muhammad Ibnu Sa’ad:
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin sa’ad bin Manya’ az-Zuhri. Ia seorang sahaya bani Zuhrah yang lahir di Basrah pada tahun 168 H. Ia pernah berkunjung ke Madinah, Kufah, dan Baghdad. Kepergiannya ke Madinah sebelum tahun 200 H. Di sana ia bertemu dengan beberapa guru besar seperti Al-Waqidi, As-Sakhawi, Waki’ bin al-Jarrah, Sulaiman bin Harb, Husyaim bin Basyir, Abu Nu’aim al-Fadhl bin Dukan dan ia menjadi murid mereka pada tahun 189 H. Madinah dikenal sebagai “Negeri Sunnah” dan tempat asal periwayatan hadist. Ia belakangan menetap di Baghdad sampai wafat pada tahun 230 H dalam usia 62 tahun.
Semasa hidupnya, ia selalu menyertai sejarawan besar Al-Waqidi, sehingga ia dikenal sebagai “Penulis Al-Waqidi”. Menurut para ahli sejarah, ada tiga kitab yang dinisbatkan kepadanya, yaitu: Ath-Thabaqat al-Kubra, Ath-Thabaqat ash-Shaghir, dan Akhbar an-Nabi. Namun sebenarnya kitab Ath-Thabaqat ash-Shaghir, dan Akhbar an-Nabi telah disebutkan dalam dua juz pertama dari kitab Ath-Thabaqat al-Kubra.
Dalam menyusun kitab Ath-Thabaqat, ia menggunakan dua macam sumber yaitu:
·         Sumber musyafahah (dari mulut ke mulut) dan mendengar sendiri melalui wawancara dengan para perawi.
·         Sumber tulisan.
Ibnu sa’ad hampir tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan menerima langsung dari para tokoh ahli hadist terkenal pada zamannya. Ia seorang yang jujur, terpercaya, dan teliti dalam meriwayatkan hadist. Ia menyusun kitab-kitabnya dengan sumber karangan-karangan Al-Waqidi, gurunya. Ia menyaring riwayat yang datang dari gurunya dan memenguatkannya dengan riwayat lain yang berasal dari orang-orang yang menekuni masalah nasab, peperangan, dan penaklukan. [9]

  1. Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Untuk mengetahui reputasi para periwayat hadist, dibutuhkanlah ilmu lain yang dikenal dengan sebutan “jarh wa ta’dil” , yaitu:
ﻫﻭ ﺍﻟﻌﻟﻡ ﺍﻟﺫﻰ ﻴﺒﺤﺙ ﻓﻲ ﺍﺤﻭﺍﻝ ﺍﻟﺭﻭﺍﺓ ﻤﻥ ﺤﻴﺙ ﻗﺒﻭﻝ ﺭﻭﺍﻴﺎﺘﻬﻡ ﺍﻭﺭﺩﻫﺎ           
            “Ilmu yang membahas keadaan para perawi hadist dari sisi diterima dan ditolaknya periwayatan mereka”.
            Maka dari itu ilmu jarh wa ta’dil bisa dijadikan sebagai salah satu alat untuk mengungkapkan sifat negative yaitu tercela/jarh/ ﺍﻠﺠﺭﺡ /dan positifnya yaitu keadilannya/ ta’dil ﺍﻠﺘﻌﺩﻴﻝyang melekat pada perawi hadist.
Ilmu Jarhi Wat Takdil, pada hakekatnya merupakan suatu bagian dari ilmu rijalil hadist. Akan tetapi, karena bagian ini dipandang sebagai yang terpenting maka ilmu ini dijadikan sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan ilmul jarhi wat takdil ialah Ilmu yang menerangkan tentang catatan-catatan yang dihadapkan pada para perawi dan tentang penakdilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu. Ilmu Jarhi wat Ta’dil dibutuhkan oleh para ulama hadist karena dengan ilmu ini akan dapat dipisahkan, mana informasi yang benar yang datang dari Nabi dan mana yang bukan.
Juga menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta`dilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu. Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat jelek” yang melekat pada periwayat hadist seperti, pelupa, pembohong, dan sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat tesebut cacat. Hadist yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan hadistnya di nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil, sehingga hadist yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Hadistnya dinilai shahih. Sesuai dengan fungsinya sebagai suber ajaran Islam, maka yang diambil adalah hadist shahih.
Di antara para sahabat yang menyebutkan keadaan perawi-perawi hadist ialah Ibnu Abbas (68 H), Ubadah ibnu Shamit (34 H), dan Anas ibnu Malik (93 H). Di antara tabi’in ialah Asy Syabi (103 H), Ibnu Sirin (110H), Said Ibnu AI-Musaiyab (94 H). Dalam masa mereka itu, masih sedikit orang yang dipandang cacat. Mulai abad kedua Hijrah baru ditemukan banyak orang-orang yang lemah. Kelemahan itu adakalanya karena mengirsalkan hadist, adakalanya karena merafakan hadist yang sebenarnya mauquf dan adakalanya karena beberapa kesalahan yang tidak disengaja, seperti Abu Harun AI-Abdari (143 H).
Kitab bidang ilmu ini yang terkenal diantaranya “Al Jarhu wat Ta’dil” karya Abdur Rahman Bin Abi Hatim Ar Razy.
  1. Ilmu al-Tash-hif Wa al-Tahrif
Ilmu al-tashif wa al-tahrif adalah: ilmu yang membahas keadaan hadist-hadist yang sudah di ubah titik-titik atau syakal (ﻤﺼﺤﻑ )-nya dan bentuk (ﻤﺤﺭﻑ )-nya
Dalam menanggapi masalah ilmu ini, para ulama berbeda pandangan, di antaranya adalah :
·         Imam al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani membaginya menjadi dua bagian, yaitu : ilmu al-tashif (ﻋﻟﻡ ﺍﻟﺘﺼﺤﻴﻑ ) dan ilmu at-tahrif (ﻋﻟﻡ التحريف )
·         Ibnu Shalah menyatakan bahwa ilmu tashif dan ilmu tahrif ini dapat membangkitkan semangat para ahli hadist, sebab sering terjadi diantara mereka yang salah dalam bacaan dan pendengaran terhadap hadist yang telah di terima dari orang lain.
  1. Ilmu Mukhtalif al-Hadist

ﺍﻠﻌﻠﻡ ﺍﻟﺫﻯ ﻴﺒﺤﺙ ﻓﻰ ﺍﻷﺤﺎﺩﻴﺙ ﺍﻟﺘﻰﻅﺎﻫﺭﻫﺎ ﻤﺘﻌﺎﺭﺽ ﻓﻴﺯﻴﻝ ﺘﻌﺎﺭﻀﻬﺎ ﺃﻭ ﻴﻭﻓﻕ ﺒﻴﻨﻬﺎ ﻜﻤﺎ ﻴﺒﺤﺙ ﻓﻰ ﺍﻷﺤﺎﺩﻴﺙ ﺍﻟﺘﻰ ﻴﺸﻜﻝ ﻔﻬﻤﻬﺎ ﺍﻭ ﺘﺼﻭﺭﻫﺎ ﻔﻴﺩﻔﻊ ﺍﺸﻜﺎﻟﻬﺎ ﺤﻗﻴﻗﺘﻬﺎ                                                      
Ilmu yang membahas hadist-hadist yang secara lahiriyyah saling bertentangan, lalu dihilangkannya atau keduanya dikompromikan, sebagaimana membahas masalah hadist-hadist yang kandungannya sulit dipahami atau sulit dicari gambaran yang sebenarnya, lalu kesulitan tersebut dihilangkan dan dijelaskan hakikat yang sebenarnya.
            Dari definisi tersebut dapat diambil pemahaman bahwa obyek pembahasan ilmu ini adalah hadist-hadist yang secara lahiriyyah saling bertentangan, sehingga dengan mempergunakan ilmu ini, tingkat kesulitan bisa teratasi. begitu juga tingkat kesulitan yang di temukan didalam matan hadist. [10]
  1. Ilmu Gharibul-Hadist
Yang dimaksud dengan ilmu gharib al-Hadist ialah:
ﻋﻟﻡ ﻏﺭﺍﺌﺏ ﺍﻟﺤﺩﻴﺙ ﻫﻭ ﻋﺒﺎﺭﺓ ﻋﻤﺎ ﻭﻘﻊ ﻓﻰ ﻤﺘﻭﻥ ﺍﻷﺤﺎﺩﻴﺙ ﻤﻥ ﺍﻷﻠﻔﺎﻅ ﺍﻠﻐﺎﻤﻀﺔ ﺍﻠﺒﻌﻴﺩﺓ ﻤﻥ ﺍﻠﻓﻬﻡ ﻟﻘﻠﺔ ﺍﺴﺘﻌﻤﺎﻟﻬﺎ                                                   
Ungkapan arti kosa kata matan hadist yang sulit dimengerti dan rumit dipahami lantaran kosa kata tersebut memang asing dan tidak dikenal.
            Dari definisi tersebut, dapat dipahami bahwa mengerti dan memahami makna kosa kata dari matan hadist merupakan langkah awal yang harus ditempuh para ahli untuk melakukan istinbath hukum yang berasal dari hadist tersebut. sehingga, ilmu gharib al-hadist sangat membantu pencapaian pemahaman secara baik sesuai dengan kandungan yang dikehendaki.           
  1. Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadist
Ilmu naskh wa mansukh (ﻋﻠﻡ ﺍﻠﻨﺎﺴﺦ ﻭﺍﻠﻤﻨﺴﻭﺥ ) ialah:
ﺍﻠﻌﻠﻡ ﺍﻟﺫﻯ ﻴﺒﺤﺙ ﻋﻥ ﺍﻷﺤﺎﺩﻴﺙ ﺍﻟﻤﺘﻌﺎﺭﻀﺔ ﺍﻟﺘﻰ ﻻﻴﻤﻜﻥ ﺍﻟﺘﻭﻔﻴﻕ ﺒﻴﻨﻬﺎ ﻤﻥ ﺤﻴﺙ ﺍﻟﺤﻜﻡ ﻋﻠﻰ ﺒﻌﻀﻬﺎ ﺒﺄﻨﻪ ﻨﺎﺴﺦ ﻭﻋﻟﻰ ﺒﻌﻀﻬﺎ ﺍﻷﺨﺭ ﺒﺎﻨﻪ ﻤﻨﺴﻭﺥ، ﻔﻤﺎ ﺜﺒﺕ ﺘﻘﺩﻤﻪ ﻜﺎﻥ ﻤﻨﺴﻭﺨﺎ ﻭﻤﺎﺜﺒﺕ ﺘﺄﺨﺭﻩ ﻜﺎﻥ ﻨﺎﺴﺨﺎ                                               
Ilmu yang membahas problem hadist-hadist yang (secara lahiriyah) berlawanan, yang diantara keduanya tidak memungkinkan untuk dipertemukan lantaran adanya materi yang secara lahiriyah bertentangan, padahal hakikatnya saling hapus menghapus. maka hukum yang  datang terdahulu dikenal dengan sebutan “mansukh”dan yang datangnya kemudian dikenal dengan sebutan “nasikh”.
Atau disebut juga ilmu yang membahas Hadist-hadist yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil jalan tengah. Hukum hadist yang satu menghapus (menasikh) hukum hadist yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang muncul belakangan dinamakan nasik. Nasikh inilah yang berlaku selanjutnya.
  1. Ilmu Asbab Wurud al-Hadist (sebab-sebab munculnya Hadist)
Asbab (ﺍﺴﺒﺎﺏ ) adalah jama’ dari kata dasar sabab (ﺴﺒﺏ ) yang dalam bahasa berarti sama dengan kata “an-nabl (ﺍﻠﻨﺒﻝ ), artinya: tali atau berarti saluran, maksudnya ialah segala sesuatu yang menghubungkan dengan benda lain” sedang dalam istilah ialah:
ﻜﻝ ﺸﻴﺊ ﻴﺘﻭﺼﻝ ﺒﻪ ﺍﻠﻰ ﻏﺎﻴﺘﻪ                                 
    “segala sesuatu yang dapat mengantarkan pada tujuan”.
Atau dapat didefinisikan sebagai ‘suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum itu sendiri’
Sedang kata wurud (ﻭﺭﻭﺩ ) artinya sampai, muncul atau mengalir seperti ucapan“ﺍﻠﻤﺎﺀ ﺍﻠﺫﻯ ﻴﻭﺭﺩ “, artinya air yang memancar atau air yang mengalir.
Jadi, asbabu wurud al-hadist ialah sesuatu yang membatasi arti dari suatu hadist, baik yang berkaitan dengan arti umum atau khusus, muqayyad atau muthlaq”.
Dengan demikian, ilmu asbab al-wurud menurut istilah adalah suatu ilmu yang membahas masalah sebab-sebab Nabi saw menyampaikan sabdanya pada saat beliau menuturkannya. Sedangkan tata cara untuk mengetahui sebab-sebab lahirnya hadist, hanya bisa diketahui dengan adanya periwayatan, bukan lainnya.
Seperti di dalam Al Qur`an dikenal adalah Ilmu Asbab al-Nuzul, di dalam Ilmu hadist ada Ilmu Asbab wurud al-Hadist. Terkadang ada hadist yang apabila tidak di ketahui sebab turunnya, akan menimbulkan dampak yang tidak baik ketika hendak di amalkan. 
Penting diketahui, karena ilmu itu menolong kita dalam memahami hadist, sebagaimana ilmu Ashabin Nuzul menolong kita dalam memahami Al-Quran. Disamping itu, ilmu ini mempunyai fungsi lain untuk memahami ajaran islam secara komprehensif. Asbabul Wurud dapat juga membantu kita mengetahui mana yang datang terlebih dahulu di antara dua hadist yang Pertentangan. Karenanya tidak mustahil kalau ada beberapa ulama yang tertarik untuk menulis tema semacam ini. Misalnya, Abu Hafs Al- Akbari (380-456H), Ibrahim Ibn Muhammad Ibn Kamaluddin, yang lebih dikenal dengan Ibn hamzah Al-Husainy Al-Dimasyqy (1054-1120H) dengan karyanya Al-Bayan Wa Al Ta’rif Fi Asbab Wurud Al- hadits Al-Syarif.
Ulama yang mula-mula menyusun kitab ini dan kitabnya ada dalam masyarakat iaIah Abu Hafas ibnu Umar Muhammad ibnu Raja Al-Ukbari, dari murid Ahmad (309 H), Dan kemudian dituliskan pula oleh Ibrahim ibnu Muhammad, yang terkenal dengan nama Ibnu Hamzah Al Husaini (1120 H), dalam kitabnya AI-Bayan Wat Tarif yang telah dicetak pada tahun 1329 H.
8.      Ilmu ‘Ilal al-Hadist
‘Ilal menurut istilah ialah:
ﻫﻭ ﻋﻠﻡ ﺍﻠﺫﻯ ﻴﺒﺤﺙ ﻋﻥ ﺍﻷﺴﺒﺎﺏ ﺍﻠﺨﻔﻴﺔﺍﻠﻐﺎﻤﻀﺔ ﻤﻥ ﺤﻴﺙ ﺍﻨﻬﺎ ﺘﻘﺩﺡ ﻔﻰ ﺼﺤﺔ ﺍﻠﺤﺩﻴﺙ ﻜﻭﺼﻝ ﻤﻨﻘﻁﻊ ﻭ ﺭﻔﻊ ﻤﻭﻗﻭﻑ ﻭ ﺍﺩﺨﺎﻝ ﺤﺩﻴﺙ ﻓﻰ ﺤﺩﻴﺙ ﻭ ﻤﺎ ﺸﺎﺒﻪ ﺫﻠﻙ
Ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat membuat hadist shahih itu menjadi tercemar, seperti menyatakan hadist muttashil pada hadist yang hakikatnya munqathi’, menyatakan hadist marfu’ pada hadist yang hakikatnya mauquf atau memasukkan hadist kedalam hadist lain dan lain sebagainya.
Dari definisi tersebut, imam Hakim berkomentar bahwa ilmu ‘ilal al-hadist termasuk ilmu yang berdiri sendiri, mengingat pembahasan yang ada didalamnya selain dari ilmu keshahihan dan kedha’ifan, jarh wa ta’dil, juga terbahas didalamnya masalah illat hadist yang juga pada hakikatnya tidak masuk ke dalam pembahasan ilmu jarh, sebab hadist yang sudah majruh merupakan hadist yang statusnya gugur dan tidak dapat terpakai, padahal ‘illat hadist banyak sekali yang ditemukan pada hadist yang diriwayatkan oleh para perawi dari orang kepercayaan,. dalam arti para perawi hadist meriwayatkan hadist cacat, tetapi cacatnya tersembunyi, dan lantaran illat yang tersembunyi itulah, dikenal dengan sebutan hadist ma’lul (ﺤﺩﻴﺙ ﻤﻌﻟﻭﻝ), sekalipun dasar penetapan ada tidaknya ‘llat dalam hadist hanya pada kesempurnaan hafalan dan pendalaman pemahaman serta pengetahuan yang cukup memadai.[11]
  
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN

  1. Ulumul Hadist adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Hadist Nabi SAW.
  2. Ilmu Hadist Riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadist Nabi SAW. Objek kajiannya adalah Hadist Nabi SAW dari segi periwayatan dan pemeliharaannya.
  3. Ilmu Hadist Dirayah adalah ilmu yang mempelajari tentang kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi dari segi di terima atau di tolaknya. Rawi adalah orang yang menyampaikan Hadist dari satu orang kepada yang lainnya; Marwi adalah segala sesuatu yang diriwayatkan, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada Sahabat dan Tabi`in. Ilmu Hadist Dirayah inilah yang selanjutnya disebut dengan Ulumul Hadist.
  4. Ada banyak Ulama` yang mengarang kitab tentang masing-masing cabang dari cabang-cabang Ulumul Hadist.
B.SARAN
  1. Untuk mengetahui informasi tentang sebuah Hadist baik dari segi sanad maupun matannya maka perlu di ketahui terlebih dahulu ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hal tersebut.
  2. Untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan keinginan kita, maka kita harus sesuikan dengan kitab yang membahas tentang informasi tersebut.

  
DAFTAR PUSTAKA

  1. Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan pengantar Ilmu Hadits, Pustaka Rizki Putra, Semarang 2005.
  2.  Daniel Juned, Ilmu Hadis Paradigma Baru Dan Rekontruksi Ilmu Hadis, Erlangga, Tahun 2010.
  3.  Ramli Abdul Wahid, Ilmu-ilmu Hadist, Cita Pustaka Media Perintis, Bandung 2013.
  4. Munzier Suparta , Ilmu Hadis, Rajawali Pers, Jakarta 2010.
  5. Fathurrahman, Ilmu Masthalahul Hadis, Bandung :Al-Maarif, 1991 Cet Ke7.
  6. Subhi As-Shalih,  Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Jakarta Pustaka Firdaus 1995.








[1]. Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan pengantar Ilmu Hadits, Pustaka Rizki Putra, Semarang 2005.
[2].Ibid
[3]. Munzier Suparta , Ilmu Hadis, Rajawali Pers, Jakarta 2010. Hal 24
[4]. Ibid
[5]. Daniel Juned, Ilmu Hadis Paradigma Baru Dan Rekontruksi Ilmu Hadis, Erlangga, Tahun 2010. Hal 94
[6]. Ibid
[7]. Ramli Abdul Wahid, Ilmu-ilmu Hadist, Cita Pustaka Media Perintis, Bandung 2013. Hal 106.
[8]. Ibid
[9]. Subhi As-Shalih ,  Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Jakarta Pustaka Firdaus 1995.

[10]. Fathurrahman, Ilmu Masthalahul Hadis, Bandung :Al-Maarif, 1991 Cet Ke7, Hal 259
[11]. Munzier Suparta, Opcit hal 30-44.