ULUM AL-HADIST, KEGUNAAN DAN RUANG LINGKUPNYA
OLEH: YUSWADI
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Sebagaimana kita ketahui, banyak istilah
untuk menyebut nama-nama hadist sesuai dengan fungsinya dalam menetapkan
syari`at Islam. Ada Hadist Shahih, Hadist Hasan, dan Hadist Dha`if.
Masing-masing memiliki persyaratan sendiri-sendiri. Persyaratan itu ada yang
berkaitan dengan persambungan sanad, kualitas para periwayat yang di lalui
hadist, dan ada pula yang berkaitan dengan kandungan hadis itu sendiri. Maka
persoalan yang ada dalam ilmu hadist ada dua. Pertama berkaitan dengan sanad,
kedua berkaitan dengan matan. Ilmu yang berkaitan dengan sanad akan mengantar
kita menelusuri apakah sebuah hadist itu bersambung sanadnya atau tidak, dan
apakah para periwayat hadist yang di cantumkan di dalam sanad hadist itu
orang-orang yang terpercaya atau tidak. Adapun Ilmu yang berkaitan dengan matan
akan membantu kita mempersoalkan dan akhirnya mengetahui apakah informasi yang
terkandung di dalamnya berasal dari Nabi atau tidak. Misalnya, apakah kandungan
hadis bertentangan dengan dalil lain atau tidak.
B.Rumusan Masalah
1. Apa
Pengertian Ulumul Hadist dan kegunaannya?
2. Apa
Pengertian Ilmu Hadist Riwayah dan Dirayah ?
3. Apa
Cabang-cabang Ilmu Hadist?
C.Tujuan
Tujuan Secara umum penulisan makalah ini adalah bertujuan
supaya kita untuk mengetahui tentang Ulumul Hadist beserta cabang-cabangnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Ulumul Hadits dan Kegunaannya
- Pengertian Ulumul Hadist.
Kata Ulum al-Hadist
berasal dari bahasa Arab, terdiri dari kata ulum dan al-Hadist. Kata ulum
merupakan bentuk jamak dari ilmu yang secara etimologi berarti ilmu-ilmu, Ulum
merupakan bentuk jama’ dari ilmu yang berarti al -fahmu wa al-Idrak berarti
faham dan menguasai. Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang
beraneka ragam yang disusun secara ilmiah. Sedangkan Hadist menurut bahasa
berarti al-jadid (yang baru), lalu dijamakkan menjadi “ahadist”. Menurut
istilah al-Hadist adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Baik yang berupa perkataan, perbuatan, taqrir, atau sifat tertentu. [1]
“Segala ucapan, segala perbuatan dan segala
keadaan atau perilaku Nabi SAW”
Dengan demikian Ulumul Hadist adalah ilmu-ilmu yang membahas atau
berkaitan dengan hadist Nabi SAW. Para Ulama ahli hadist banyak yang memberikan
definisi ilmu hadist, di antaranya Ibnu Hajar Al-Asqalani:
الْقَوَاعِد
المُعَرِفَةُ بِحَالِ الرَّاوِي وَالْمَرْوِيٌ
“Kaidah-kaidah yang mengetahui keadaan perawi
dan yang diriwayatkan”
Dari definisi di
atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadist adalah ilmu yang membicarakan tentang
keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan.
- Kegunaan Ulumul Hadist
Kegunaan ilmu hadist adalah untuk mengetahui hadist-hadist yang shahih ,
yakni mengetahui keadaan dari suatu hadist, apakah hadist tersebut shahih,
hasan, atau bahkan dhaif yakni lemah, sehingga tidak dapat digunakan sebagai
pegangan.
Sedangkan secara rinci, tujuan mempelajari ilmu hadist antara lain:
- Mengetahui
istilah-istilah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring
(filterisasi) dan mengklarifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari
segi kuantitas maupun kualitas sanad dan matan hadist yang diterima dan
mana yang bukan hadist
- Mengetahui
kaidah-kaidah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring
(filterisasi) dan mengklarifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari
segi kuantitas maupun kualitas sanad dan matan hadist, sehingga dapat
menyimpulkan mana hadist yang diterima dan mana yang ditolak.
- Mengetahui
usaha-usaha dan jerih payah yang ditempuh para ulama dalam menerima dan
menyampaikan periwayatan hadist, kemudian menghimpun dan mengodifikasikannya
ke dalam berbagai kitab hadist.
- Mengenal
tokoh-tokoh ilmu hadist baik riwayah ataupun dirayah yang mempunyai peran
penting dalam perkembangan pemeliharaan hadist sebagai sumber syari’ah
islamiyah sehingga hadist terpelihara dari pemalsuan oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab. [2]
B.Ilmu Hadist Riwayah dan Dirayah
Secara umum, ilmu hadist dari
bidang pembahasannya bisa dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
- Ilmu hadist riwayah
Adalah ilmu pengetahuan yang membahas
proses pemindahan/pencatatan apa-apa yang disandarkan pada Rasulullah SAW,
baik yang berupa ucapan, perbuatan, ketetapan atau sifat akhlak dan sifat
lahiriah beliau. Sehingga fokus pembahasannya adalah hadist-hadist Rasulullah
SAW itu sendiri dan proses perpindahannya. Manfaat ilmu ini adalah :
menjaga sunnah dan memastikannya terbebas dari kesalahan dalam
proses perpindahannya. [3]
Ibn al-Akfani, sebagaimana dikutip oleh
al-Sayuthi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ilmu Hadist Riwayah ialah :
“Ilmu pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi SAW baik
periwayatannya, pemeliharaannya, maupun penulisan atau pembukuan
lafaz-lafaznya.
Ulama yang terkenal dan dipandang sebagai
pelopor ilmu hadist riwayah adalah Abu Bakar Muhammad bin Syihab az-Zuhri
(51-124 H), seorang imam dan ulama besar di Hedzjaz (Hijaz) dan Syam (Suriah).
Dalam sejarah perkembangan hadist, az-Zuhri tercatat sebagai ulama pertama yang
menghimpun hadist Nabi SAW atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz atau
Khalifah Umar II (memerintah 99 H/717 M-102 H /720 M).
Meskipun demikian, ilmu hadist riwayah ini
sudah ada sejak periode Rasulunah SAW sendiri, bersamaan dengan dimulainya
periwayatan hadist itu sendiri. Sebagaimana diketahui, para sahabat menaruh
perhatian yang tinggi terhadap hadist Nabi SAW. Mereka berupaya mendapatkannya
dengan menghadiri majelis Rasulullah SAW serta mendengar dan menyimak pesan
atau nasihat yang disampaikan Nabi SAW.
Kehadiran hadist sebagai sumber pokok
ajaran islam, memang banyak dipersoalkan, hal ini berkaitan dengan matan,
perawi, sanad dan lainnya, yang kesemuanya menjadi boleh atau tidaknya suatu
hadist untuk dijadikan hujjah. Terlepas dari itu, perbedaan sahabat dalam
memahami hadist pun menjadi hal yang penting untuk ditelaah lebih lanjut,
karena perbedaan pemahaman tersebut mengakibatkan periwayatan pun menjadi
berbeda. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab suatu hadist diperselisihkan
oleh para ulama tentang kehujjahannya.
Objek
kajian ilmu hadist riwayah adalah bagaimana cara menerima, menyampaikan
kepada orang lain, memindahkan atau mentadwilkan. Dalam meriwayatkan hadits
atau mentadwilkan hadist hanya disebutkan apa adanya baik yang berkaitan dengan
sanad maupun matan. Kegunaan ilmu hadist riwayah adalah untuk menghindari
adanya penukilan hadist yang tidak berasal dari sumbernya (Nabi Muhammad SAW). [4]
Adapun
faedah mempelajari ilmu Hadist Riwayah adalah untuk menghindari adanya
penukilan yang salah dari sumbernya yang pertama yaitu Nabi Muhammad SAW.
- Ilmu Hadist Dirayah
Ilmu hadist dirayah biasa juga disebut
sebagai Ilmu Musthalah Al-Hadist, Ilmu Ushul Al-Hadist, Ulum Al-Hadist, dan
Qawa’id Al-Tahdist. Al-Tirmizi mendifinisikan ilmu ini dengan undang-undang
atau qaidah-qaidah dan permasalahan yang dengannya bisa diketahui kondisi/keadaan
para perawi (rawi) dan yang diriwayatkannya (marwi), dari segi apakah bisa
diterima atau tidak. Yang dimaksud dengan keadaan perawi adalah Mengetahui
kondisinya secara objektif baik ataupun kurang baik, dan apa-apa
yang berhubungan dengan proses bagaimana dia meriwayatkan hadist.
Fokus pembahasan ilmu ini pada sanad dan matan hadits, serta kondisi yang
melingkupi keduanya. Manfaat utama dari pembahasan ilmu ini adalah
mengetahui sebuah haditst bisa diterima atau ditolak. Pada
perkembangan selanjutnya, ilmu Hadist dirayah juga biasa disebut
dengan Ilmu Hadist saja, atau juga dengan sebutan Ilmu Musthalahul Hadist.
[5]
Dengan demikian ilmu hadist dirayah berbeda jauh
dengan ilmu hadist riwayah. ilmu hadist dirayah memiliki kedudukan yang sangat
penting, walaupun demikian ilmu hadist dirayah ini tidak dapat berdiri sendiri
tanpa ilmu hadist riwayah. Maka dapat dikatakan bahwa ilmu hadist riwayah
adalah modal dasar sedangkan ilmu hadist dirayah adalah kelanjutannya, bahkan
lebih jauh lagi sasaran akhir dari kajian ilmu hadist tersebut adalah hidayah
Allah SWT. [6]
Objek kajian ilmu hadist dirayah adalah keadaan para periwayat atau rawi
dan hadist-hadist yang mereka riwayatkan atau marwi. Keadaan para periwayat
menyangkut pribadi seperti akhlak, tabiat, keadaan hafalannya atau menyangkut
persambungan dan terputusnya sanad. Sedangkan keadaan hadist- hadist yang
diriwayatkan dari segi kesahihan, kedhaifan, dan dari segi lain-lainya yang
berkaitan dengan keadaan matan. Matan Hadist dapat dinyatakan Maqbul (diterima)
sebagai matan hadist yang shahih apabila memenuhi unsur-unsurnya yaitu tidak
bertentangan dengan akal, tidak bertentangan dengan Al-Quran yang telah muhkam
(ketentuan hukum yang telah tetap), tidak bertentangan dengan hadist mutawatir,
tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama masa lalu
(Ulama salaf), tidak bertentangan dengan dalil yang disepakati, tidak bertentangan
dengan hadist ahad yang kualitas kesahihannya lebih kuat. [7]
Kegunaan
mempelajari ilmu hadist dirayah cukup banyak antara lain:
1.
Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan
hadist dan ilmu hadist dari masa ke masa sejak zaman Nabi SAW hingga sekarang.
Hadist dan ilmu hadist telah mengalami sejarah perkembangan yang cukup
signifikan sejak masa awal Islam hingga masa sekarang.
2.
Dapat mengetahui tokoh-tokoh serta
usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan
meriwayatkan hadist.
3.
Mengetahui kaidah-kaidah yang
dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadist lebih lanjut.
4.
Dapat melakukan penelitian hadist dan
melakukan penilaian terhadap kualitas hadist tertentu.
5.
Dapat melakukan klarifikasi dan kritik
ulang terhadap suatu hadist yang kualitasnya masih diperselisihkan. Tidak
sedikit hadist yang dalam rentang waktu cukup lama diperselisihkan kualitasnya
di kalangan para ulama, dan memerlukan klarifikasi serta kritik ulang sehingga
diketahui status hadist yang sesungguhnya. [8]
C.Cabang-cabang
Ilmu Hadist
Dari ilmu Hadist riwayah dan dirayah pada perkembangan
berikutnya muncullah cabang-cabang ilmu hadist lainnya seperti Ilmu yang saya
cantumkan dibawah ini :
1.
Ilmu Rijal al-Hadist
ﻋﻟﻡ
ﺭﺠﺎﻝ ﺍﻟﺤﺩﻴﺙ ﻋﻟﻡ ﻴﻌﺭﻑ ﺭﻭﺍﺓ ﺍﻟﺤﺩﻴﺙ ﻤﻥ ﺤﻴﺙ ﺍﻨﻬﻡ ﺭﻭﺍﺓ ﺍﻟﺤﺩﻴﺙ
“Ilmu untuk
mengetahui para perawi hadits dengan kapasitasnya sebagai perawi hadits”.
Yang
dimaksud dengan ilmu Rijalil Hadist ialah ilmu yang membicarakan seluk-beluk
dan sejarah kehidupan para perawi, baikdari generasi sahabat, tabi’in, maupun
tabi’ tabi’in.
Yaitu
ilmu yang membahas para perawi hadist, baik dari sahabat, dari tabi`in, mupun
dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu Rijal
al-Hadist adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran
dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan
dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadist dan kepada
siapa saja mereka menyampaikan Hadist. Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu
yang mempelajari persoalan ini. Ada yang menyebut Ilmut
Tarikh ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu
Tarikh al-Ruwat.
Dari pengertian tersebut, dapat diambil pemahaman bahwa kedudukan ilmu
ini sangat penting , mengingat obyek kajiannya pada “matan” dan “sanad”, sebab
kemunculan ilmu rijal al-hadist bersama-sama
dengan periwayatan hadist dan bahkan sudah mengambil porsi khusus untuk
mempelajari persoalan-persoalan di sekitar sanad. oleh sebab itu mempelajari
ilmu ini sangat penting, sebab nilai suatu hadits sangat dipengaruhi oleh
karakter dan perilaku serta biografi perawi itu sendiri.
Adapun ruang lingkup ilmu Rijal al-Hadist adalah sejarah kehidupan para
tokoh, meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, di negeri mana
saja tokoh-tokoh tersebut mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa
saja mereka memperoleh hadist dan kepada siapa saja mereka menyampaikan Hadist.
Tokoh perintis ilmu rijal al-hadist ini adalah Sufyan ats-Tsauri (wafat
161 H), Al Bukhari (wafat 256 H), Muhammad Ibnu Sa’ad (wafat 230 H), As Suyuti
(wafat 911 H), ‘Aisyah(isteri Rasul saw).
Contoh biografi dari Muhammad Ibnu Sa’ad:
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin sa’ad bin Manya’ az-Zuhri. Ia seorang
sahaya bani Zuhrah yang lahir di Basrah pada tahun 168 H. Ia pernah berkunjung
ke Madinah, Kufah, dan Baghdad. Kepergiannya ke Madinah sebelum tahun 200 H. Di
sana ia bertemu dengan beberapa guru besar seperti Al-Waqidi, As-Sakhawi, Waki’
bin al-Jarrah, Sulaiman bin Harb, Husyaim bin Basyir, Abu Nu’aim al-Fadhl bin
Dukan dan ia menjadi murid mereka pada tahun 189 H. Madinah dikenal sebagai
“Negeri Sunnah” dan tempat asal periwayatan hadist. Ia belakangan menetap di
Baghdad sampai wafat pada tahun 230 H dalam usia 62 tahun.
Semasa hidupnya, ia selalu menyertai sejarawan besar Al-Waqidi, sehingga
ia dikenal sebagai “Penulis Al-Waqidi”. Menurut para ahli sejarah, ada tiga
kitab yang dinisbatkan kepadanya, yaitu: Ath-Thabaqat al-Kubra, Ath-Thabaqat
ash-Shaghir, dan Akhbar an-Nabi. Namun sebenarnya kitab Ath-Thabaqat
ash-Shaghir, dan Akhbar an-Nabi telah disebutkan dalam dua juz pertama dari
kitab Ath-Thabaqat al-Kubra.
Dalam menyusun kitab Ath-Thabaqat, ia menggunakan dua macam sumber yaitu:
·
Sumber musyafahah (dari mulut ke mulut)
dan mendengar sendiri melalui wawancara dengan para perawi.
·
Sumber tulisan.
Ibnu sa’ad hampir tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan menerima
langsung dari para tokoh ahli hadist terkenal pada zamannya. Ia seorang yang
jujur, terpercaya, dan teliti dalam meriwayatkan hadist. Ia menyusun
kitab-kitabnya dengan sumber karangan-karangan Al-Waqidi, gurunya. Ia menyaring
riwayat yang datang dari gurunya dan memenguatkannya dengan riwayat lain yang
berasal dari orang-orang yang menekuni masalah nasab, peperangan, dan
penaklukan. [9]
- Ilmu al-Jarh wa
al-Ta`dil
Untuk mengetahui reputasi para periwayat hadist, dibutuhkanlah ilmu lain
yang dikenal dengan sebutan “jarh wa ta’dil” , yaitu:
ﻫﻭ ﺍﻟﻌﻟﻡ ﺍﻟﺫﻰ ﻴﺒﺤﺙ
ﻓﻲ ﺍﺤﻭﺍﻝ ﺍﻟﺭﻭﺍﺓ ﻤﻥ ﺤﻴﺙ ﻗﺒﻭﻝ ﺭﻭﺍﻴﺎﺘﻬﻡ
ﺍﻭﺭﺩﻫﺎ
“Ilmu
yang membahas keadaan para perawi hadist dari sisi diterima dan ditolaknya
periwayatan mereka”.
Maka
dari itu ilmu jarh wa ta’dil bisa dijadikan sebagai salah satu alat untuk
mengungkapkan sifat negative yaitu tercela/jarh/ ﺍﻠﺠﺭﺡ /dan positifnya yaitu keadilannya/
ta’dil ﺍﻠﺘﻌﺩﻴﻝyang melekat pada
perawi hadist.
Ilmu Jarhi Wat Takdil, pada
hakekatnya merupakan suatu bagian dari ilmu rijalil hadist. Akan tetapi, karena
bagian ini dipandang sebagai yang terpenting maka ilmu ini dijadikan sebagai
ilmu yang berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan ilmul jarhi wat takdil ialah Ilmu
yang menerangkan tentang catatan-catatan yang dihadapkan pada para perawi dan
tentang penakdilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata
yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu. Ilmu Jarhi wat Ta’dil dibutuhkan
oleh para ulama hadist karena dengan ilmu ini akan dapat dipisahkan, mana
informasi yang benar yang datang dari Nabi dan mana yang bukan.
Juga menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan
kepada para perawi dan tentang penta`dilannya (memandang adil para perawi)
dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata
itu. Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan
“sifat jelek” yang melekat pada periwayat hadist seperti, pelupa, pembohong,
dan sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa
periwayat tesebut cacat. Hadist yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak,
dan hadistnya di nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil
kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik
yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan
lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil, sehingga hadist yang di
bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Hadistnya dinilai shahih. Sesuai
dengan fungsinya sebagai suber ajaran Islam, maka yang diambil adalah hadist
shahih.
Di antara para sahabat yang menyebutkan
keadaan perawi-perawi hadist ialah Ibnu Abbas (68 H), Ubadah ibnu Shamit (34
H), dan Anas ibnu Malik (93 H). Di antara tabi’in ialah Asy Syabi (103 H), Ibnu
Sirin (110H), Said Ibnu AI-Musaiyab (94 H). Dalam masa mereka itu, masih
sedikit orang yang dipandang cacat. Mulai abad kedua Hijrah baru ditemukan
banyak orang-orang yang lemah. Kelemahan itu adakalanya karena mengirsalkan
hadist, adakalanya karena merafakan hadist yang sebenarnya mauquf dan adakalanya
karena beberapa kesalahan yang tidak disengaja, seperti Abu Harun AI-Abdari
(143 H).
Kitab bidang ilmu ini yang terkenal
diantaranya “Al Jarhu wat Ta’dil” karya Abdur Rahman Bin Abi Hatim Ar Razy.
- Ilmu al-Tash-hif Wa al-Tahrif
Ilmu al-tashif
wa al-tahrif adalah: ilmu yang membahas keadaan hadist-hadist yang sudah di
ubah titik-titik atau syakal (ﻤﺼﺤﻑ )-nya dan bentuk (ﻤﺤﺭﻑ )-nya
Dalam menanggapi
masalah ilmu ini, para ulama berbeda pandangan, di antaranya adalah :
·
Imam al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani
membaginya menjadi dua bagian, yaitu : ilmu al-tashif (ﻋﻟﻡ ﺍﻟﺘﺼﺤﻴﻑ ) dan
ilmu at-tahrif (ﻋﻟﻡ التحريف )
·
Ibnu Shalah menyatakan bahwa ilmu tashif
dan ilmu tahrif ini dapat membangkitkan semangat para ahli hadist, sebab sering
terjadi diantara mereka yang salah dalam bacaan dan pendengaran terhadap hadist
yang telah di terima dari orang lain.
- Ilmu Mukhtalif
al-Hadist
ﺍﻠﻌﻠﻡ ﺍﻟﺫﻯ ﻴﺒﺤﺙ ﻓﻰ
ﺍﻷﺤﺎﺩﻴﺙ ﺍﻟﺘﻰﻅﺎﻫﺭﻫﺎ ﻤﺘﻌﺎﺭﺽ ﻓﻴﺯﻴﻝ ﺘﻌﺎﺭﻀﻬﺎ ﺃﻭ ﻴﻭﻓﻕ ﺒﻴﻨﻬﺎ ﻜﻤﺎ ﻴﺒﺤﺙ ﻓﻰ ﺍﻷﺤﺎﺩﻴﺙ ﺍﻟﺘﻰ
ﻴﺸﻜﻝ ﻔﻬﻤﻬﺎ ﺍﻭ ﺘﺼﻭﺭﻫﺎ ﻔﻴﺩﻔﻊ ﺍﺸﻜﺎﻟﻬﺎ
ﺤﻗﻴﻗﺘﻬﺎ
Ilmu yang
membahas hadist-hadist yang secara lahiriyyah saling bertentangan, lalu
dihilangkannya atau keduanya dikompromikan, sebagaimana membahas masalah hadist-hadist
yang kandungannya sulit dipahami atau sulit dicari gambaran yang sebenarnya,
lalu kesulitan tersebut dihilangkan dan dijelaskan hakikat yang sebenarnya.
Dari
definisi tersebut dapat diambil pemahaman bahwa obyek pembahasan ilmu ini
adalah hadist-hadist yang secara lahiriyyah saling bertentangan, sehingga
dengan mempergunakan ilmu ini, tingkat kesulitan bisa teratasi. begitu juga
tingkat kesulitan yang di temukan didalam matan hadist. [10]
- Ilmu
Gharibul-Hadist
Yang dimaksud
dengan ilmu gharib al-Hadist ialah:
ﻋﻟﻡ ﻏﺭﺍﺌﺏ ﺍﻟﺤﺩﻴﺙ
ﻫﻭ ﻋﺒﺎﺭﺓ ﻋﻤﺎ ﻭﻘﻊ ﻓﻰ ﻤﺘﻭﻥ ﺍﻷﺤﺎﺩﻴﺙ ﻤﻥ ﺍﻷﻠﻔﺎﻅ ﺍﻠﻐﺎﻤﻀﺔ ﺍﻠﺒﻌﻴﺩﺓ ﻤﻥ ﺍﻠﻓﻬﻡ ﻟﻘﻠﺔ
ﺍﺴﺘﻌﻤﺎﻟﻬﺎ
Ungkapan arti
kosa kata matan hadist yang sulit dimengerti dan rumit dipahami lantaran kosa
kata tersebut memang asing dan tidak dikenal.
Dari
definisi tersebut, dapat dipahami bahwa mengerti dan memahami makna kosa kata
dari matan hadist merupakan langkah awal yang harus ditempuh para ahli untuk melakukan istinbath hukum yang
berasal dari hadist tersebut. sehingga, ilmu gharib al-hadist sangat membantu
pencapaian pemahaman secara baik sesuai dengan kandungan yang dikehendaki.
- Ilmu Nasikh dan
Mansukh Hadist
Ilmu naskh wa mansukh (ﻋﻠﻡ ﺍﻠﻨﺎﺴﺦ
ﻭﺍﻠﻤﻨﺴﻭﺥ ) ialah:
ﺍﻠﻌﻠﻡ ﺍﻟﺫﻯ ﻴﺒﺤﺙ ﻋﻥ ﺍﻷﺤﺎﺩﻴﺙ ﺍﻟﻤﺘﻌﺎﺭﻀﺔ ﺍﻟﺘﻰ ﻻﻴﻤﻜﻥ ﺍﻟﺘﻭﻔﻴﻕ ﺒﻴﻨﻬﺎ ﻤﻥ ﺤﻴﺙ
ﺍﻟﺤﻜﻡ ﻋﻠﻰ ﺒﻌﻀﻬﺎ ﺒﺄﻨﻪ ﻨﺎﺴﺦ ﻭﻋﻟﻰ ﺒﻌﻀﻬﺎ ﺍﻷﺨﺭ ﺒﺎﻨﻪ ﻤﻨﺴﻭﺥ، ﻔﻤﺎ ﺜﺒﺕ ﺘﻘﺩﻤﻪ ﻜﺎﻥ ﻤﻨﺴﻭﺨﺎ
ﻭﻤﺎﺜﺒﺕ ﺘﺄﺨﺭﻩ ﻜﺎﻥ ﻨﺎﺴﺨﺎ
Ilmu yang
membahas problem hadist-hadist yang (secara lahiriyah) berlawanan, yang diantara
keduanya tidak memungkinkan untuk dipertemukan lantaran adanya materi yang
secara lahiriyah bertentangan, padahal hakikatnya saling hapus menghapus. maka
hukum yang datang terdahulu dikenal dengan sebutan “mansukh”dan
yang datangnya kemudian dikenal dengan sebutan “nasikh”.
Atau disebut juga ilmu yang membahas Hadist-hadist yang
bertentangan dan tidak mungkin di ambil jalan tengah. Hukum hadist yang satu
menghapus (menasikh) hukum hadist yang lain (mansukh). Yang
datang dahulu disebut mansukh, dan yang muncul belakangan dinamakan nasik. Nasikh inilah yang
berlaku selanjutnya.
- Ilmu Asbab Wurud
al-Hadist (sebab-sebab munculnya Hadist)
Asbab (ﺍﺴﺒﺎﺏ ) adalah
jama’ dari kata dasar sabab (ﺴﺒﺏ ) yang dalam bahasa berarti sama
dengan kata “an-nabl (ﺍﻠﻨﺒﻝ ), artinya: tali atau berarti saluran, maksudnya
ialah segala sesuatu yang menghubungkan dengan benda lain” sedang dalam istilah
ialah:
ﻜﻝ ﺸﻴﺊ ﻴﺘﻭﺼﻝ ﺒﻪ
ﺍﻠﻰ
ﻏﺎﻴﺘﻪ
“segala
sesuatu yang dapat mengantarkan pada tujuan”.
Atau dapat
didefinisikan sebagai ‘suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum itu sendiri’
Sedang kata wurud (ﻭﺭﻭﺩ ) artinya sampai, muncul atau
mengalir seperti ucapan“ﺍﻠﻤﺎﺀ ﺍﻠﺫﻯ ﻴﻭﺭﺩ “, artinya air yang memancar
atau air yang mengalir.
Jadi, asbabu wurud al-hadist ialah sesuatu
yang membatasi arti dari suatu hadist, baik yang berkaitan dengan arti umum
atau khusus, muqayyad atau muthlaq”.
Dengan demikian, ilmu asbab
al-wurud menurut istilah adalah suatu ilmu yang membahas masalah
sebab-sebab Nabi saw menyampaikan sabdanya pada saat beliau menuturkannya. Sedangkan
tata cara untuk mengetahui sebab-sebab lahirnya hadist, hanya bisa diketahui
dengan adanya periwayatan, bukan lainnya.
Seperti di dalam Al Qur`an dikenal adalah Ilmu Asbab
al-Nuzul, di dalam Ilmu hadist ada Ilmu Asbab wurud al-Hadist. Terkadang ada
hadist yang apabila tidak di ketahui sebab turunnya, akan menimbulkan dampak
yang tidak baik ketika hendak di amalkan.
Penting diketahui, karena ilmu itu menolong kita dalam
memahami hadist, sebagaimana ilmu Ashabin Nuzul menolong kita dalam memahami
Al-Quran. Disamping itu, ilmu ini mempunyai fungsi lain untuk memahami ajaran
islam secara komprehensif. Asbabul Wurud dapat juga membantu kita mengetahui
mana yang datang terlebih dahulu di antara dua hadist yang Pertentangan.
Karenanya tidak mustahil kalau ada beberapa ulama yang tertarik untuk menulis
tema semacam ini. Misalnya, Abu Hafs Al- Akbari (380-456H), Ibrahim Ibn
Muhammad Ibn Kamaluddin, yang lebih dikenal dengan Ibn hamzah Al-Husainy
Al-Dimasyqy (1054-1120H) dengan karyanya Al-Bayan Wa Al Ta’rif Fi Asbab Wurud
Al- hadits Al-Syarif.
Ulama yang mula-mula menyusun kitab ini dan kitabnya ada dalam masyarakat
iaIah Abu Hafas ibnu Umar Muhammad ibnu Raja Al-Ukbari, dari murid Ahmad (309
H), Dan kemudian dituliskan pula oleh Ibrahim ibnu Muhammad, yang terkenal
dengan nama Ibnu Hamzah Al Husaini (1120 H), dalam kitabnya AI-Bayan Wat Tarif
yang telah dicetak pada tahun 1329 H.
8.
Ilmu ‘Ilal al-Hadist
‘Ilal menurut
istilah ialah:
ﻫﻭ ﻋﻠﻡ ﺍﻠﺫﻯ ﻴﺒﺤﺙ
ﻋﻥ ﺍﻷﺴﺒﺎﺏ ﺍﻠﺨﻔﻴﺔﺍﻠﻐﺎﻤﻀﺔ ﻤﻥ ﺤﻴﺙ ﺍﻨﻬﺎ ﺘﻘﺩﺡ ﻔﻰ ﺼﺤﺔ ﺍﻠﺤﺩﻴﺙ ﻜﻭﺼﻝ ﻤﻨﻘﻁﻊ ﻭ ﺭﻔﻊ ﻤﻭﻗﻭﻑ ﻭ
ﺍﺩﺨﺎﻝ ﺤﺩﻴﺙ ﻓﻰ ﺤﺩﻴﺙ ﻭ ﻤﺎ ﺸﺎﺒﻪ ﺫﻠﻙ
Ilmu yang membahas
tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat membuat hadist shahih itu menjadi tercemar,
seperti menyatakan hadist muttashil
pada hadist yang hakikatnya munqathi’, menyatakan
hadist marfu’ pada hadist
yang hakikatnya mauquf atau
memasukkan hadist kedalam hadist lain dan lain sebagainya.
Dari definisi tersebut, imam Hakim berkomentar bahwa ilmu ‘ilal al-hadist termasuk ilmu
yang berdiri sendiri, mengingat pembahasan yang ada didalamnya selain dari ilmu
keshahihan dan kedha’ifan, jarh wa ta’dil, juga terbahas didalamnya masalah
illat hadist yang juga pada hakikatnya tidak masuk ke dalam pembahasan ilmu
jarh, sebab hadist yang sudah majruh merupakan
hadist yang statusnya gugur dan tidak dapat terpakai, padahal ‘illat hadist
banyak sekali yang ditemukan pada hadist yang diriwayatkan oleh para perawi
dari orang kepercayaan,. dalam arti para perawi hadist meriwayatkan hadist
cacat, tetapi cacatnya tersembunyi, dan lantaran illat yang tersembunyi itulah,
dikenal dengan sebutan hadist ma’lul (ﺤﺩﻴﺙ ﻤﻌﻟﻭﻝ), sekalipun
dasar penetapan ada tidaknya ‘llat dalam hadist hanya pada kesempurnaan hafalan
dan pendalaman pemahaman serta pengetahuan yang cukup memadai.[11]
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
- Ulumul Hadist adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Hadist Nabi SAW.
- Ilmu Hadist Riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadist Nabi SAW. Objek kajiannya adalah Hadist Nabi SAW dari segi periwayatan dan pemeliharaannya.
- Ilmu Hadist Dirayah adalah ilmu yang mempelajari tentang kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi dari segi di terima atau di tolaknya. Rawi adalah orang yang menyampaikan Hadist dari satu orang kepada yang lainnya; Marwi adalah segala sesuatu yang diriwayatkan, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada Sahabat dan Tabi`in. Ilmu Hadist Dirayah inilah yang selanjutnya disebut dengan Ulumul Hadist.
- Ada banyak Ulama` yang mengarang kitab tentang masing-masing cabang dari cabang-cabang Ulumul Hadist.
B.SARAN
- Untuk mengetahui informasi tentang sebuah Hadist baik dari segi sanad maupun matannya maka perlu di ketahui terlebih dahulu ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hal tersebut.
- Untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan keinginan kita, maka kita harus sesuikan dengan kitab yang membahas tentang informasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
- Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan pengantar Ilmu Hadits, Pustaka Rizki Putra, Semarang 2005.
- Daniel Juned, Ilmu Hadis Paradigma Baru Dan Rekontruksi Ilmu Hadis, Erlangga, Tahun 2010.
- Ramli Abdul Wahid, Ilmu-ilmu Hadist, Cita Pustaka Media Perintis, Bandung 2013.
- Munzier Suparta , Ilmu Hadis, Rajawali Pers, Jakarta 2010.
- Fathurrahman, Ilmu Masthalahul Hadis, Bandung :Al-Maarif, 1991 Cet Ke7.
- Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Jakarta Pustaka Firdaus 1995.
[1]. Tengku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan pengantar Ilmu Hadits, Pustaka Rizki Putra, Semarang 2005.
[2].Ibid
[3]. Munzier
Suparta , Ilmu Hadis, Rajawali Pers, Jakarta 2010. Hal 24
[4]. Ibid
[5]. Daniel
Juned, Ilmu Hadis Paradigma Baru Dan Rekontruksi Ilmu Hadis, Erlangga, Tahun 2010. Hal 94
[6]. Ibid
[7]. Ramli
Abdul Wahid, Ilmu-ilmu Hadist, Cita Pustaka Media Perintis, Bandung 2013. Hal
106.
[8]. Ibid
[10].
Fathurrahman, Ilmu Masthalahul Hadis, Bandung :Al-Maarif, 1991 Cet Ke7, Hal 259
[11]. Munzier
Suparta, Opcit hal 30-44.