Salah satu di antara sasaran yang dituju oleh Islam ialah mempererat
rasa persaudaraan dengan menjalin hubungan yang penuh kemesraan dan
cinta kasih antar individu. Sebaliknya Islam menganjurkan pada umatnya
agar memberantas faktor-faktor yang bisa menyebabkan perpecahan dan
saling membenci.
Oleh karena itu Islam melarang hal-hal yang dibenci dan yang bisa
menimbulkan permusuhan serta saling membenci antara saudara seagama. Di
antara hal-hal yang merusak itu ialah Namimah. Pengertian namimah ialah
mengadukan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan mengadu
domba antara keduanya. Perkataan yang diadukan tersebut bukanlah
sembarangan perkataan, tetapi mengandung rahasia orang lain yang apabila
disiarkan kepada orang lain, maka ia tidak akan suka dan akan marah.
Sebaiknya seorang muslim tidak usah menceritakan hal-hal yang ia
saksikan mengenai orang lain, lantaran bisa menimbulkan bencana. Tetapi
ada suatu perkecualian, apabila dalam menceritakan perihal itu, akan
membawa manfaat bagi orang lain, atau bisa menolak kejahatan yang akan
menimpa orang lain.
Pendorong utama yang menyebabkan seseorang berbuat namimah, adakalanya
menghendaki kejelekan orang yang diceritakannya; atau menjilat kepada
seseorang. Bisa juga karena memang sudah menjadi kegemarannya mengadu
domba orang lain. Sesudah itu si pengadu domba akan mengambil keuntungan
dari upayanya ini atau memang hanyalah ingin memuaskan hatinya yang
hitam penuh dengan kedengkian terhadap orang lain.
Secara tegas, Al-Qur’an mengutuk perbuatan namimah ini dan mengancam bagi siapa yang melakukannya. Allah telah berfirman :
“Kecelakaanlah bagi setiap orang yang suka mengumpat lagi pencela”. (Q.S. 104 : 1).
Yang dimaksud dengan ayat di atas ialah, orang-orang yang gemar berjalan
kesana kemari, mengadukan perkataan dari seseorang kepada orang lain
dengan tujuan memecah belah antar sesama kawan.
Al-Qur’an telah menyifati istri Abu Lahab dengan julukan Hammalah
Al-Hathab. Pengertian julukan ini sebagaimana yang dikatakan oleh
sebagian para mufassir ialah tukang membawa perkataan lalu mengadukan
kepada orang lain dengan tujuan merusak dan mengadu domba. Menurut
istilah bahasa, namimah bisa juga dikatakan sebagai hathab yang artinya
ialah kayu. Karena kedua istilah ini mempunyai hubungan makna. Sebagai
ulasannya ialah : namimahbisa dikatakan hathab (kayu) karena
namimahialah pekerjaan menyebarkan permusuhan di antara orang banyak.
Sedangkan hathabadalah kayu yang bisa menyalakan api. Jadi, menyebarkan
kerusakan diserupakan (namimah) dengan kayu (hathab); kayu akan cepat
dimakan api sebagaimana kerusakan yang dihembuskan oleh namimah cepat
menimbulkan kerusakan di antara orang banyak.
Rasulullah SAW mengingatkan kaum muslimin agar jangan melakukan namimah,
karena namimah merupakan dosa besar. Untuk itu beliau bersabda :
لا يدخل الجنة نمام (رواه البخارى و مسلم
“Tak akan bisa masuk surga orang yang suka melakukan namimah” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa ketika Rasulullah SAW melewati dua
kuburan, beliau mendengar orang yang berada di dalamnya sedang disiksa
oleh para malaikat. Lalu beliau bersabda pada para sahabat yang beserta
beliau :
انهما يعذبان, وما يعذبان فى كبير (راى
ذنب كبير) أما أحدهما يمشى بالنميمة, وأما الاخر فكان لا يستنزه من بوله
(رواه البخارى و مسلم
“Keduanya sedang disiksa; mereka disiksa bukan karena melakukan dosa
besar; yang pertama suka berbuat namimah dan yang kedua tidak pernah
bersuci (cebok) setelah kencing” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Mengingat perbuatan namimah ini amatlah membahayakan kesatuan umat, maka
kita harus mengasingkan orang-orang yang suka namimah dan tidak boleh
mempercayainya. Al-Qur’an telah mengkategorikan orang-orang yang
kegemarannya mengadu domba ini ke dalam kelompok orang-orang fasik.
Allah telah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu”. (QS. 49 : 6).
Al-Qur’an telah menyatakan bahwa perbuatan namimah atau mengadukan
perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak atau mengadu
domba, pelakunya dicap oleh Al-Qur’an sebagai orang fasik. Oleh karena
itu, Allah berpesan, jika kita menghadapi orang-orang seperti itu, kita
harus mengecek kebenaran perkataannya. Karena lidah orang yang suka
namimah pandai menyebarkan fitnah, sehingga akhirnya akan menimpa
orang-orang yang tak tahu menahu. Setelah itu baru kita sadar dan
menyesal, apa yang telah dikatakannya tiada lain fitnah belaka.
Allah berfirman yang isinya melarang kita membenarkan perkataan
orang-orang yang suka mengadu domba.
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,
yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah”. (QS. 68 : 10
dan 11).
Orang yang suka memindahkan perkataan ke sana ke mari dengan tujuan
memfitnah dan mengadu domba, tidak bisa dipercaya dan sangat
membahayakan. Untuk itu, Sayyidina Hasan RA pernah menjelaskan perihal
orang yang suka namimah :
من نم لك نم عليك
“Barang siapa mengadukan perkataan orang lain kepadamu (namimah), maka perkataanmu juga akan diadukannya kepada orang lain”.
Sumber: http://blog-ilmu-islam.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar