class='date-header'>Kamis, 15 November 2012

VISI DAN MISI CALON GUBERNUR ACEH PERIODE 2012-2017

VISI DAN MISI CALON GUBERNUR ACEH
PERIODE 2012-2017

Oleh :

dr. H. ZAINI ABDULLAH (CALON GUBERNUR)
MUZAKIR MANAF (CALON WAKIL GUBERNUR)


A.     PENDAHULUAN

Kesejahteraan masyarakat Aceh merupakan harapan yang harus dicapai sebagai amanah dari indatu kita. Sebagai wilayah modal di Negara Kesatuan Republik Indonesia, Aceh memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah dan didukung oleh letak geografis yang sangat strategis, terletak di antara Samudera Hindia dan Selat Malaka. Tidak hanya itu, Aceh juga memiliki sumber daya manusia yang cerdas dan terampil. Sejarah telah mencatat bahwa Aceh telah pernah meraih zaman keemasan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, dan pemerintahan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda.
Kejayaan yang pernah dirasakan tersebut akan kita wujudkan bersama pada periode Tahun 2012-2017. Periode ini merupakan tahap kedua dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Aceh (RPJPA) Tahun 2005 - 2025. Pelaksanaan pembangunan pada tahap pertama Rencana Pembangunan Jangka Panjang Aceh (RPJPA) 2005-2012 menekankan pada pembangunan pasca konflik dan penanganan korban bencana gempa dan tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004. Namun, kita menyadari bahwa pembangunan tahap pertama tersebut masih menyisakan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan yang perlu dibenahi.
Lahirnya  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai wujud kesepakatan damai antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, telah memberi peluang yang sangat besar untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Aceh. UUPA idealnya menjadi pondasi bagi pelaksanaan pembangunan Aceh ke depan. Untuk itu, tahap pembangunan kedua ini akan diprioritaskan pada proses keberlanjutan reintegrasi dan konsolidasi perdamaian hasil nota kesepahaman (MoU) Helsinki dan implementasi UUPA yang masih belum terlaksana dengan baik.
Meskipun faktor kerentanan terhadap konflik dapat diminimalkan pada tahap pembangunan pertama , namun masih banyak hal yang telah dituangkan dalam UUPA belum terlaksana secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari belum sepenuhnya terwujud kohesi (rekatan) ekonomi, sosial, dan politik dalam masyarakat Aceh. Misalnya, masih adanya tumpang tindih pembangunan antar sektor dan antar daerah. Sementara itu, kesejahteraan rakyat masih belum merata meskipun sumber daya pembangunan telah dihabiskan secara masif, baik yang bersumber dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, maupun Dana Otonomi Khusus serta Dana Bagi Hasil Migas. Belum lagi bila dijumlahkan dengan besaran dana  perbantuan dan dana dekonsentrasi dari Pemerintah Pusat maupun bantuan Lembaga Internasional yang bersifat non-budgeter.
Bila dilihat dari capaian pembangunan tahap pertama, ada beberapa permasalahan yang masih dihadapi Aceh ke depan antara lain:
  1. Belum Optimalnya pelaksanaan UUPA  sebagai wujud MoU Helsinki.  Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) yang ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2006 telah merubah paradigma tatanan sosial kemasyarakatan di Aceh dan merupakan tonggak sejarah perjalanan bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Aceh. UUPA ini merupakan produk perundang-undangan yang menjadi pedoman bagi penyelenggaraan pemerintahan di Aceh pasca penandatanganan MoU Helsinki.  UUPA diharapkan dapat menumbuhkan masyarakat Aceh baru yang mampu mewujudkan perdamaian menyeluruh dan berkelanjutan guna menciptakan kesejahteraan masyarakat Aceh. Namun di sisi lain, masih banyak peraturan pelaksanaan yang merupakan turunan dari UUPA yang belum dituntaskan sehingga dapat menghambat keberlanjutan perdamaian dan pencapaian pembangunan di Aceh.
  2. Masih tingginya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN),  mengakibatkan inefisiensi pemanfaatan anggaran pembangunan dan sekaligus memicu biaya ekonomi tinggi.  Pratik KKN menimbulkan persaingan tidak sehat sekaligus mematikan kreatifitas dan produktifitas masyarakat.  Disamping itu, juga proses pembangunan akan lebih berpihak pada kepentingan kelompok tertentu daripada kepentingan masyarakat umum.  Alhasil, kualitas pembangunan tidak terealisasi secara maksimal.   Untuk itu diharapkan komitmen yang tinggi dari penyelenggara pemerintahan daerah, pemangku kepentingan dan masyarakat secara luas.
  3. Pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam di Aceh yang belum maksimal, terutama disebabkan karena masih kurangnya pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama di kalangan masyarakat. Berbagai perilaku masyarakat masih banyak yang bertentangan dengan moralitas dan etika agama. Pemahaman dan pengamalan agama di kalangan peserta didik (sekolah umum dan agama) juga belum memuaskan disebabkan antara lain: masih kurangnya materi dan jam pelajaran agama dibandingkan dengan pelajaran umum. Di sisi lain, derasnya arus globalisasi yang umumnya tidak sejalan bahkan bertentangan dengan tuntunan moral Islam, telah mempengaruhi dan mendorong perilaku masyarakat ke arah yang negatif.
  4. Masih tingginya tingkat kemiskinan di Aceh. Penduduk miskin di Aceh pada tahun 2011 tercatat sebesar 19,48 persen, masih lebih besar dari penduduk miskin tingkat nasional yang hanya sebesar 12,36 persen. Disamping itu, Indeks Kedalaman Kemiskinan sebesar 3,483 dan Indeks Keparahan Kemiskinan sebesar 0,936 (BPS, September 2011). Sebaran penduduk miskin Aceh, lebih dominan berada di pedesaan, (80,14%), sedangkan diperkotaan hanya 19,86%. Hal ini mencerminkan bahwa dampak dari pembangunan belum memberikan pengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum, terutama masyarakat yang tinggal di pedesaan.
  5. Masih tingginya tingkat pengangguran terbuka (TPT). Walaupun tingkat pengangguran terbuka di Aceh pada tahun 2011 mengalami penurunan, namun kondisi tersebut tergolong masih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata nasional. Tingkat pengangguran terbuka di Aceh pada tahun 2011 tercatat sebesar 7,43 persen, sementara angka pengangguran terbuka Nasional  hanya sebesar 6,8 persen. Jika dilihat dari sisi gender, keberadaan pengangguran terbuka perempuan tahun 2011 mencapai 8,50 persen lebih tinggi 1,70 persen dibandingkan pengangguran terbuka laki-laki sebesar 6,80 persen.
  6. Keterlibatan peran swasta dalam pembangunan Aceh masih rendah. Struktur perekonomian Aceh masih didominasi oleh konsumsi pemerintah. Partisipasi pihak swasta belum menunjukkan pengaruh yang besar terhadap pembangunan Aceh. Pihak swasta masih sangat tergantung pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).  Di sisi lain, pemerintah daerah sangat mengharapkan investasi swasta, baik yang bersumber dari pengusaha lokal yang ada di daerah, atau pengusaha daerah yang berada di luar daerah, ataupun kemampuan pengusaha daerah untuk menarik pengusaha luar daerah bahkan dari luar negeri untuk berinvestasi. Sinkronisasi investasi pembangunan menjadi imperatif agar terjadi sinergi yang optimal antara berbagai pelaku ekonomi melalui pembentukan kemitraan pemerintah-swasta-masyarakat. Kemitraan tersebut ditujukan untuk mensinergikan aktivitas yang dilakukan oleh dunia usaha dengan program pembangunan daerah. Implementasi dari hubungan kemitraan dilaksanakan melalui pola-pola kemitraan yang sesuai dengan sifat, kondisi budaya, dan keunikan lokal.
  7. Sektor Koperasi dan UMKM belum berkembang dengan baik. Sektor Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang sangat strategis dalam menunjang perekonomian daerah sekaligus mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Namun demikian, sektor ini belum berkembang secara optimal. Misalnya pada tahun 2010, data Kementerian Koordinator Perekonomian menunjukkan bahwa daya serap Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Propinsi Aceh hanya sebesar 0,8% dari total plafon nasional sebesar Rp 24 trilliun. Permasalahan lainnya yang masih dihadapi oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Aceh adalah terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, seperti besarnya biaya transaksi akibat masih adanya ketidakpastian berusaha, persaingan pasar yang kurang sehat, terbatasnya akses kepada sumber daya produktif terutama terhadap bahan baku, permodalan, sarana dan prasarana serta informasi pasar. Di sisi lain, tantangan utama yang dihadapi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Aceh adalah masih rendahnya kinerja dan produktivitas usaha dalam menghasilkan produk yang berkualitas dan berdaya saing untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional dan bahkan pasar internasional. Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana meningkatkan produktifitas dan daya saing usaha mikro kecil menengah yang berbasis agro industry, industri kreatif, dan inovatif.
  8. Rendahnya pemanfaatan potensi sumberdaya alam  yang berdaya guna dan berhasil guna dan berkelanjutan. Sistem pengelolaan sumberdaya alam kurang memperhatikan kondisi alam, sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan dan kelangsungan pembangunan daerah,.  Hal ini dapat dilihat dari sistem pengelolaan hutan, pertambangan, perkebunan, pesisir dan kelautan yang berdampak pada kerusakan ekosistem, bencana alam, dan tatanan kehidupan sosial masyarakat secara luas. Pemanfaatan sumber daya alam yang baik, selain dapat membuka lapangan kerja baru juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pemanfaatan sumber daya alam di sektor pertanian masih sangat rendah jika dilihat dari produktivitas tenaga kerja, walaupun telah mampu menyerap tenaga kerja sebesar 48,22%. Hal ini disebabkan antara lain karena rendahnya kepemilikan lahan per kepala keluarga. Rata-rata kepemilikan lahan perkepala keluarga hanya sekitar 0,25 – 0,6 ha/kk  dengan Indeks Pertanaman (IP) sekitar 1,28 pertahun, sedangkan produktivitas padi baru mencapai 4,6 ton/ha. Disamping sektor pertanian,  sektor-sektor lain yang bergerak dalam pemanfaatan potensi sumberdaya alam juga mengalami persoalan yang sama sehingga belum mampu memperkuat nilai tambah masyarakat terhadap produk yang dihasilkannya.
  9. Pertumbuhan ekonomi Aceh masih rendah. Lemahnya pengelolaan sumber daya alam, keuangan, dan sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi sejauh ini, mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di Aceh mengalami instabilitas. Berdasarkan data Bank Indonesia  pada tahun 2011, pertumbuhan ekonomi Aceh hanya sebesar 5,02 persen, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Nasional yang tercatat sebesar 6,5 persen. Disamping itu, jika dilihat dari perkembangan beberapa tahun terakhir (2007-2011), pertumbuhan ekonomi Aceh menunjukkan kecenderungan yang fluktuatif. Hal ini menggambarkan bahwa pondasi struktur ekonomi Aceh masih lemah dan labil. Perubahan harga jual komoditi migas dan produk pertanian di pasaran dunia sangat mempengaruhi nilai sumbangan produk yang paling dominan dalam struktur ekonomi Aceh. Hal ini disebabkan karena ekspor kedua sektor ini masih dalam bentuk bahan mentah (row material). Sehingga, nilai tambah yang diperoleh dari hasil ekspor komoditas ini menjadi sangat kecil.
Berdasarkan permasalahan yang telah di kemukakan di atas, maka yang menjadi agenda utama pembangunan Aceh akan dituangkan dalam Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh Tahun 2012-2017.

B.      VISI

Dalam menentukan arah pandangan ke depan yang menggambarkan tujuan yang ingin dicapai dari penyelenggaraan pembangunan, penata kelolaan pemerintahan daerah, penguatan struktur ekonomi, pengefektifan penyelenggaraan Dinul Islam dan pemberdayaan masyarakat, serta guna menyatukan persepsi, interprestasi serta komitmen seluruh komponen masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan daerah, maka perlu ditetapkan Visi  Provinsi Aceh 2012-2017.
Memperhatikan berbagai kecenderungan Nasional dan Internasional serta kondisi dan karakteristik lokal Aceh dengan berbagai permasalahan yang ada di Provinsi Aceh saat ini, maka dapatlah dilakukan analisis berbagai hambatan dan tantangan serta upaya solutif dalam mengatasinya serta meningkatkan potensi pembangunan daerah secara komprehensif.
Berdasarkan potensi yang dimiliki, baik potensi sumberdaya alam maupun potensi sumberdaya manusia termasuk potensi sosial budaya dan sinergitas diantara berbagai sumberdaya tersebut serta didukung oleh kuatnya partisipasi aktif dan seluruh stakeholder pembangunan di Aceh, maka dengan mengucapkan Bismillahirrahmanir-rahim dengan mengharap Ridha dan RahmatNya, kami menetapkan Visi Pemerintahan Aceh Periode Tahun 2012-2017 adalah :

ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN,
DAN MANDIRI BERLANDASKAN UUPA SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI

Kata-kata yang tergabung di dalam kalimat membentuk visi tersebut, bermakna;
Bermartabat dapat diwujudkan melalui penuntasan peraturan-peraturan hasil turunan UUPA dan peraturan perundangan lainnya, pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, bebas dari praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta penegakan supremasi hukum dan HAM, mengangkat kembali budaya Aceh yang islami dan pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.

Sejahtera adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat Aceh melalui pembangunan ekonomi berazaskan pada potensi unggulan lokal dan berdaya saing, pengoptimalisasi  pemanfaatan sumber daya alam dan geopolitik Aceh, peningkatan indeks pembangunan manusia dan mengembangkan kemampuan menguasai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berkeadilan adalah terwujudnya pembangunan yang adil dan merata yang dilakukan secara partisipatif, proporsional dan berkelanjutan berdasarkan prinsip kebutuhan dan azas manfaat bagi masyarakat Aceh.

Mandiri adalah Aceh mampu memanfaatkan potensi sumber daya alam yang melimpah dan keunggulan geostrategis melalui penguatan kapasitas sumberdaya manusia, efesiensi dan efektifitas anggaran, serta penguasaan teknologi informasi, sehingga bermanfaat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat Aceh.

Berlandaskan UUPA sebagai wujud MoU Helsinki adalah mewujudkan pelaksanaan Pemerintahan Aceh yang efektif dan efesien sebagaimana yang telah dituangkan dalam Undang-Undang tersebut guna tercapaianya masyarakat Aceh yang mandiri, makmur dan sejahtera dalam bingkai NKRI.

C.   MISI           
Dalam mewujudkan visi Aceh tersebut ditempuh melalui 5 (lima) misi pembangunan Aceh sebagai berikut:

Misi Pertama
Memperbaiki tata kelola Pemerintahan Aceh yang amanah melalui Implementasi dan penyelesaian turunan UUPA untuk menjaga perdamaian yang abadi.I ni bermaksud mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan amanah melalui implementasi peraturan-peraturan turunan UUPA. Selanjutnya, peningkatan profesionalisme dan pengelolaan sumber daya aparatur, penguatan sistem pendataan penyelenggaraan pemerintahan, peningkatan kualitas pelayanan publik melalui efesiensi struktur pemerintahan, membangun tranparansi dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah. Menjadikan UUPA dan turunan peraturannya sebagai acuan pelaksanaan dan percepatan pembangunan Aceh secara menyeluruh serta mewujudkan perdamaian abadi di Provinsi Aceh;

Misi Kedua
Menerapkan nilai-nilai budaya Aceh dan Nilai-Nilai Dinul Islam di semua sektor kehidupan masyarakat adalah membangun masyarakat Aceh yang  beriman, bertakwa, berakhlak mulia, beretika dan berkarakter, dengan mengangkat kembali budaya Aceh yang bernafaskan Islami dalam upaya pengembalian harkat dan martabat masyarakat Aceh.  Mengiplementasikan budaya Aceh dan nilai-nilai Dinul Islam dalam tatanan pemerintahan dan kehidupan  bermasyarakat secara efektif dan tepat.

Misi Ketiga
Memperkuat struktur ekonomi dan kualitas sumber daya manusia adalah mengembangkan kerangka ekonomi kerakyatan melalui peningkatan potensi sektor unggulan daerah dalam upaya membangun kualitas hidup masyarakat secara optimal; menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran dalam memenuhi capaian Millenium Development Goals (MDGs), memperluas kesempatan kerja melalui pembangunan infrastruktur ekonomi sektor riil dan pemihakan kepada UKM dan koperasi. Pembangunan ekonomi yang difokuskan kepada sektor pertanian yang berbasis potensi lokal masing-masing wilayah.
Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat Aceh adalah mewujudkan kualitas pelayanan pendidikan melalui peningkatan angka partisipasi sekolah, menurunkan angka buta aksara, meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) dalam berbagai tingkat pendidikan, menurunkan disparitas partisipasi antar wilayah, gender dan sosial ekonomi serta antar satuan pendidikan. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui meningkatnya angka harapan hidup, menurunya angka kematian bayi, menurunnya angka prevalensi gizi buruk serta efektifitas penanganan penyakit menular guna pencapaian MDGs;

Misi Keempat
Melaksanakan pembangunan Aceh yang proporsional, terintegrasi dan berkelanjutan adalah terwujudnya pembangunan daerah yang berbasis kebutuhan dan kemanfaatan melalui perencanaan yang tepat, fokus dan tuntas. Terwujudnya penanganan tata ruang terpadu dalam pelaksanaan pembangunan daerah melalui pembangunan berbasis lingkungan, pengelolaan dan pengendalian bencana, perbaikan sistem dan jaringan sarana dan prasarana transportasi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata;


Misi Kelima
Mewujudkan peningkatan nilai tambah produksi masyarakat dan optimalisasi pemanfaatan SDA adalah terwujudnya masyarakat Aceh yang mampu memanfaatkan potensi-potensi sumber daya alam yang berdaya guna dan berhasil guna secara optimal dengan mendorong masyarakat yang lebih produktif, kreatif, dan inovatif.

D.       SASARAN DAN KEBIJAKAN
Pembangunan Aceh 2012-2017 merupakan perwujudan visi dan misi kepala daerah yang akan dilaksanakan memalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh. Untuk menerjemahkan visi dan misi yang telah kami susun di atas maka perlu dirumuskan dan dijabarkan lebih operasional ke dalam sejumlah dan sasaran dan kebijakan sehingga lebih mudah diimplementasikan dan diukur tingkat keberhasilannya.

Misi Pertama
Mewujudkan tata kelola Pemerintahan Aceh yang amanah melalui penyelesaian turunan dan Implementasi UUPA untuk menjaga perdamaian yang abadi, dengan sasaran sebagai berikut:
  1. Terwujudnya penyelesaian peraturan-peraturan turunan UUPA yang sangat penting seperti Peraturan Pemerintah (PP),  Peraturan Presiden (Perpres),  Qanun dan peraturan perundang-undangan lainnya;
  2. Terwujudnya implementasi UUPA secara cepat dan akurat melalui implementasi berbagai turunan UUPA yang mengikat dalam upaya pencapaian keutuhan, perdamaian abadi, dan percepatan pembangunan yang berkelanjutan;
  3. Terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang bermartabat, baik, bersih, dan amanah serta bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme, dengan mengedepankan kualitas kerja dan profesionalisme;
  4. Terwujudnya birokrasi yang kuat melalui mengoptimalkan pelayanan publik, menjaga kelangsungan pembangunan yang berkelanjutan melalui terciptanya supremasi hukum dan penegakan hak asasi manusia. Tersedianya ruang dialog publik yang bebas dan bertanggung jawab serta peningkatan peran serta dan partisipasi masyarakat sipil dalam kehidupan politik dan kegiatan pembangunan;
  5.  Terciptanya tata kelola yang tertib sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan penguatan sistem kelembagaan yang memiliki nilai-nilai demokrasi yang diitik-beratkan kepada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, non-diskriminasi, dan kemitraan.

Kebijakan
  1. Menuntaskan penyelesaian peraturan-peraturan turunan UUPA, seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, Qanun, dan peraturan perundangan-undangan lainnya
  2. Melaksanakan UUPA secara sungguh-sungguh dan menyeluruh sebagai konsekwensi logis dari hasil MoU Helsinki dengan melahirkan berbagai peraturan-peraturan turunan UUPA yang mengikat;
  3. Membangun transparansi dan akuntabilitas penyelenggaran pemerintahan melalui peningkatan kualitas sumber daya aparatur sesuai dengan potensi dan profesionalisme bidang tugasnya;
  4. Memperkuat birokrasi pemerintahan dengan penguatan sistem penataan kelembagaan satuan kerja dan semangat demokrasi serta penegakan supremasi hukum;
  5.  Meningkatkan peran serta masyarakat dan seluruh stakeholder dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan  pembangunan;
  6.  Fasilitasi penguatan pengawasan keuangan daerah dan pembinaan administrasi anggaran daerah secara tranparasn dan akuntabel;

Misi Kedua
Menerapkan nilai-nilai budaya Aceh dan nilai-nilai Dinul Islam di semua sektor kehidupan  dengan sasaran sebagai berikut:
  1. Membangkitkan kembali pemahaman dan penghayatan masyarakat terhadap sejarah Aceh sebagai nilai budaya dalam tatanan kehidupan;
  2. Terciptanya nilai-nilai budaya Aceh dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat dalam upaya pengembalian harkat dan martabat Aceh yang telah hilang akibat berbagai persoalan konflik dan bencana yang telah terjadi;
  3.  Terwujudnya masyarakat Aceh berkualitas, memiliki karakter Islami yang dicirikan dengan sehat jasmani, rohani dan sosial, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, memiliki moral dan etika yang baik, rajin, tangguh, cerdas dan memiliki kompetensi dan daya saing, toleransi tinggi, berbudi luhur, peduli lingkungan, patuh pada hukum, serta mencintai perdamaian.
  4.  Meningkatnya pemahaman, penghayatan, pengamalan dan ketaatan masyarakat serta  aparatur pemerintah terhadap pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam;
  5.  Meningkatnya peran ulama terhadap penetapan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan untuk pengefektifan penerapan nilai-nilai Dinul Islam dan mengangkat kembali budaya-budaya Aceh yang Islami;

Kebijakan
  1. Membangun kembali pengetahuan dan wawasan sejarah dan nilai-nilai budaya Aceh dalam kehidupan masyarakat;
  2.  Melaksanakan nilai-nilai Dinul Islam di dalam penyelenggaraan pemerintahan secara baik dan bersih serta di dalam kehidupan masyarakat
  3. Pemberlakuan nilai-nilai Dinul Islam secara komprehensif dengan mengedepankan kearifan lokal;
  4. Mensosialisasikan qanun dan aturan yang berkenaan dengan pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam;
  5. Meningkatkan kualitas dan efektifitas penyebaran nilai-nilai Dinul Islam dalam kehidupan masyarakat melalui memperbanyak intensitas kegiatan-kegiatan keagamaan dan menghidupkan kembali budaya-budaya Aceh yang bernuansa keislaman;
  6. Meningkatkan kapasitas aparatur pelaksana nilai-nilai Dinul Islam dan peran serta ulama dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui penguatan dan pengembangan kapasitas lembaga Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), lembaga Dinul Islam yang berfungsi menegakkan amar makruf nahi mungkar;
  7. Meningkatkan kerjasama antar lembaga terutama dengan lembaga pendidikan dalam upaya membangun pemahaman dan pengetahuan tentang nilai-nilai Dinul Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan;
  8.  Menjamin hak-hak kerukunan beragama dalam upaya peningkatan toleransi dan kedamaian.

Misi Ketiga
Memperkuat struktur ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia dengan sasaran sebagai berikut:
  1. Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di setiap wilayah serta terwujudnya  sektor pertanian,    industri, perdagangan dan pariwisata menjadi basis aktivitas ekonomi yang dikelola secara efisien sehingga menghasilkan komoditas unggulan yang berkualitas;
  2.  Menurunnya angka kemiskinan absolut dengan perbaikan pendapatan dan pemberdayaan kemandirian melalui perluasan lapangan usaha;
  3. Berkembangnya sistem agribisinis yang mampu menyediakan produk-produk pertanian yang cukup, bermutu dan aman konsumsi;
  4. Terwujudnya kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian serta peningkatan pendapatan petani;
  5. Meningkatnya luasan areal baru lahan pertanian dan produktivitas lahan pertanian dengan penyediaan prasarana dan pengendalian  dalam mendukung peningkatan produksi pertanian;
  6. Meningkatnya keberdayaan dan kemandirian masyarakat dengan penyediaan fasilitas usaha mikro dan kawasan pesisir;
  7. Meningkatnya pemulihan dan pertumbuhan sosial ekonomi daerah terpencil dan pesisir melalui pengolahan hasil pertanian dan perikanan budidaya yang berkelanjutan dengan penguatan peran dan fungsi lembaga otoritas investasi dalam mengembangkan usaha penjamin hasil produksi pertanian dan perikanan;
  8. Pengembangan sektor pertanian berbasis komoditi unggulan sesuai dengan Sumberdaya alam dan agro ekosistem wilayah;
  9. Terwujudnya pendidikan yang berkualitas pada pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan dayah, pendidikan vokasional dan pendidikan tinggi dalam menjawab tantangan global dan kebutuhan ketenagakerjaan;
  10.  Tersalurnya pemberian bantuan subsidi dan beasiswa bagi keluarga miskin dan penerapan pendidikan dasar dan menengah gratis menuju pencapaian millenium development goals (MDGs);
  11. Terwujudnya layanan kesehatan yang berkualitas melalui pemenuhan kebutuhan fasilitas dan infrastruktur kesehatan dengan menjaga keseimbangan antar wilayah;
  12. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak serta penguatan imunisasi dengan penyiagaan terhadap dampak gizi buruk dan pengendalian penyakit menular dalam pencapaian sasaran MDGs;
  13. Meningkatnya penyediaan pelayanan medik spesialistik kepada masyarakat dan ketersediaan obat esensial di sarana pelayanan dasar;
  14. Terselenggaranya jaminan sosial berbasis asuransi kesehatan atau Jaminan Kesehatan  Masyarakat Aceh (JKMA);
  15.  Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dengan pembinaan kemandirian masyarakat terhadap pengembangan lingkungan sehat dan hidup sehat; 
Kebijakan
  1. Menumbuhkembangkan komoditas unggulan daerah yang sesuai dengan  agro ekosistem wilayah, dalam upaya menciptakan mata pencaharian tetap kepada masyarakat dengan skala usaha menguntungkan;
  2. Pengembangan industri dan pariwisata berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan, menurunkan pengangguran, dan mendorong pertumbuhan ekonomi;
  3. Perluasan areal pertanian serta optimalisasi penggunaan lahan terlantar;
  4. Penataan regulasi untuk menjamin kepastian hukum atas lahan pertanian;
  5. Pembangunan dan pemeliharaan sarana transportasi dan angkutan yang melayani daerah-daerah sentra produksi pertanian demi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi serta kemampuan pemasarannya;
  6. Pembangunan dan pemeliharaan pengairan dan sistem irigasi yang melayani daerah-daerah sentra produksi pertanian demi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi;
  7. Fasilitasi pengembangan pengolahan hasil pertanian dan sistem usaha secara berkelanjutan;
  8. Fasilitasi Pengembangan penangangan pasca panen pertanian melalui penguatan sistem pemasaran daerah;
  9. Pengembangan sistem produksi pembudidayaan ikan dan penguatan serta pengembangan pemasaran luar negeri hasil perikanan;
  10. Tercapainya perluasan dan pemerataan akses pendidikan pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan dayah yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang bekualitas secara merata dan proporsional antar lembaga pendidikan dan wilayah;
  11. Pengembangan pendidikan Vokasional dan Perguruan Tinggi dalam menjawab tantangan perkembangan global dan kebutuhan ketenagakerjaan daerah;
  12. Peningkatan kualitas layanan pendidikan daerah melalui penyediaan infrastruktur dan pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis muatan lokal (IPTEK dan IMTAQ)
  13. Peningkatan Angka Partisipasi Kasar  (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) pada pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi sebagai penjaminan kepastian pendidikan masyarakat Aceh;
  14. Peningkatan pelayanan pendidikan melalui pemberian bantuan beasiswa dan penerapan pendidikan dasar dan menengah gratis menuju pencapaian MDGs;
  15. Peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui pemenuhan kebutuhan fasilitas dan infrastruktur kesehatan dengan menjaga keseimbangan antar wilayah serta pemberian ansuransi kesehatan kepada masyarakat ;
  16. Peningkatan layanan kesehatan bagi ibu dan anak serta penyiagaan dampak gizi buru dan pengendalian penyakit menular dalam pencapaian sasaran millenium development goals (MDGs);
  17. Peningkatan ketersedian obat-obatan publik dan perbekalan kesehatan serta pelayanan kesehatan rujukan bagi keluarga miskin;
  18. Peningkatan pengetahuan dan paradiqma masyarakat terhadap pengembangan lingkungan sehat dan hidup sehat;

Misi Keempat
Melaksanakan pembangunan Aceh yang proporsional, terintegrasi dan berkelanjutan, dengan sasaran sebagai berikut:
  1. Terciptanya pembangunan terintegrasi dengan berbagai sektor pembangunan secara berkelanjutan melalui berbagai komitmen terhadap pemanfaatan tataruang dan dokumen perencanaan yang telah ditetapkan;
  2. Terwujudnya keselarasan dan keserasian program pembangunan antara RTRWA, RPJPA dan Dokumen lainnya;
  3. Terwujudnya pembangunan infrastruktur daerah yang seimbang, merata dan proporsional sesuai dengan kebutuhan dan kemanfaatan masyarakat dengan tetap memperhatikan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan dalam mengantisipasi dampak resiko bencana secara seimbang;
  4. Terwujudnya pembangunan berkelanjutan dengan memperbaiki mutu lingkungan dengan meningkatkan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim

Kebijakan
  1. Menciptakan pembangunan yang sesuai dengan perencanaan pembangunan daerah;
  2. Pengembangan seluruh potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup secara seimbang dan berdaya guna sesuai dengan fungsi dan daya dukung wilayah Aceh;
  3. Peningkatan infrastruktur pembangunan daerah dengan memperhatikan aspek lingkungan dan dampak resiko bencana;
  4. Peningkatan perlindungan, pemulihan kawasan kritis, pemeliharaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara integrasi sebagai modal dasar pembangunan dalam rangka memperbaiki kualitas kehidupan;
  5. Membangun komitmen bersama yang kuat untuk menjadikan Aceh tanggap dengan membangun berbagai jaringan transportasi dan infrastruktur penghubung antar wilayah dengan mengedepankan kebutuhan dan manfaat serta pengurangan dampak resiko bencana;

Misi  Kelima
Mewujudkan peningkatan nilai tambah produksi masyarakat dan optimalisasi pemanfaatan SDA, dengan sasaran sebagai berikut:
  1. Terwujudnya sistem pengelolaan sumber daya alam terbarukan berdasarkan prinsip kemanfaatan bersama baik antar wilayah maupun antar kawasan;
  2. Terwujudnya ketahanan pangan daerah melalui pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan dengan pemeliharaan keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya alam tropis lainnya yang dimanfaatkan untuk mewujudkan nilai tambah dan daya saing daerah;
  3. Terkelolanya sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup  melalui penguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran masyarakat dengan berkembangnya proses rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang disertai dengan menguatnya partisipasi aktif masyarakat;
  4. Terekplorasinya sumberdaya alam secara baik dan benar dalam upaya meningkatkan kualitas hidup rakyat Aceh secara berkelanjutan melalui penguatan sistem transportasi dan jaringan infrastruktur;
  5.  Terwujudnya produktivitas dan nilai tambah pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan serta hasil pertambangan yang dapat berfungsi sebagai lumbung energi daerah dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem;
  6. Terwujudnya pusat pertumbuhan (growth pole and growth center) sebagai daya saing wilayah dengan menciptakan produk unggulan lokal yang kreatif, inovatif, serta memiliki nilai kekhasan yang kuat tanpa merusak lingkungan.
Kebijakan
  1. Meningkatkan inovasi dan kreatifitas yang memberikan nilai tambah pada produksi masyarakat dengan pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan berdasarkan keseimbangan  wilayah;
  2. Menumbuhkembangkan konsep agribisnis dan agroindustri untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian dan menyerap tenaga kerja terutama di wilayah perdesaan;
  3. Mengembangkan kawasan potensi perikanan tangkap untuk menjadi kawasan minapolitan dengan memanfatkan investasi usaha perikanan dalam upaya membuka lapangan kerja dan nilai tambah masyarakat;
  4. Meningkatkan pemantapan ketahanan pangan dan kemandirian pangan melalui produktifitas dan pemanfaatan fungsi pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan secara tepat guna dan berhasil guna;
  5. Meningkatkan dukungan inovasi teknologi untuk menciptakan pemamfaatan sumber daya alam terbarukan melalui pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan nilai tambah dan produktifitas;
  6. Membangun sistem pengelolaan dan pemanfaatan hasil pertambangan sebagai kawasan industri dengan memperhatikan dampak lingkungan dan risiko bencana;
  7. Mengembangkan kawasan industri wisata melalui pemanfaatan sumberdaya alam dengan membangun prinsip ekonomi kreatif berdasarkan komoditi unggulan daerah;
  8. Melakukan pembinaan dan penguatan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk mengembangkan hasil pemanfaatan sumber daya alam yang berdaya saing dan diterima pasar dalam dan luar negeri.


Banda Aceh, 08 Maret 2012




dr. H. ZAINI ABDULLAH
(Calon  Gubernur Aceh)





MUZAKIR MANAF
(Calon Wakil Gubernur Aceh)

Tidak ada komentar: