Menolong agama Allah “Allah telah berjanji akan menolong kita kalau kita menolong agamanya.” (QS. Muhammad: 7).
Syariat Islam di Brunai Darussalam
Ketika PBB mengganggu pelaksanaan syariat Islam di Brunei Darussalam yang ditetapkan pada 22 April 2014 lalu, Sultan Hasanal Bolkiah sedang dalam lawatan kenegaraan ke Malaysia, Singapura dan Australia. Para pembesar Negara Brunei tidak dapat mengambil langkah apa-apa kecuali menunggu kepulangan raja. Ketika raja kembali ke Brunei, beliau langsung bertitah: “Pada 22 Oktober 2013 lalu, beta telah mengumumkan perintah pelaksanaan hukum Jinayah Syariah 2013, maka setelah berlangsung enam bulan beta dengan bertawakkal kepada Allah Swt serta bersyukur mengistiharkan bahwa pada Kamis 1 Rajab 1435 H/1 Mei 2014 M adalah awal berlakunya perintah berlaku hukum Jinayah Syariah 2013 fasa pertama yang kemudian akan diikuti oleh fasa-fasa selanjutnya.”
fokus kita hanya kepada Allah semata untuk mencari ridhaNya, bukan melihat ke kiri dan ke kanan untuk mencari siapa yang suka atau tidak suka. Kita tidak pernah melihat orang lain dengan kaca mata buruk, karena itu hak dan pilihan mereka. Kita juga tidak mengharap mereka untuk menerima dan menyetujui rencana kita, tetapi cukuplah dengan menghormati kita saja sebagaimana kita menghormati mereka. Adapun teori-teori yang dikemukakan mereka hanyalah sebatas teori, tidak berbanding dengan hukum Allah yang maha pasti. Dengan tegas kita katakan bahwa melaksanakan hukum Islam bukanlah suka-suka kita melainkan untuk menjalankan perintah Allah yang Maha kaya, Maha Kuasa, Maha Mulya, dan Maha Arif lagi bijaksana.
Ketika raja Brunei bersikap tegas kepada protes PBB terhadap pelaksanaan syariat Islam di negaranya, hotel-hotel mewah beliau yang beroperasi di New Jersey, Milan, Roma, Italia didemo, dan para pekerja dan pegawainya ikut mogok kerja sebagai protes. Namun beliau tidak pernah surut melainkan menantang mereka dengan menaati Allah Swt, beliau berucap: “Dalam Negara kamu, kamu mengamalkan kehendak kamu seperti kebebasan media, kebebasan berbicara, gay, homoseksual, free sex dan seumpamanya. Itu adalah hak kamu, tetapi di Negara saya, kami mengamalkan sistem Kemelayuan Islami, sistem monarkhi dan kami menjalankan hukum Islam karena itu termaktub dalam perlembagaan kami, identitas negara kami, hak kami, dan aturan cara hidup kami. Kamu mengamalkan kebebasan-kebebasan itu hanya untuk dunia kamu, tetapi kami melaksanakan hukum Islam itu untuk dunia dan juga untuk akhirat kelak.”
“Mengapa kamu terlalu risaukan apa yang kami lakukan di Brunei Darussalam, sementara kamu tutup mata terhadap apa yang terjadi di Syria, di Rohingya, di Bosnia, di Palestina dan lain-lain tempat yang membunuh banyak anak manusia. Tiada seorang pun terbunuh di Brunei tetapi kamu sibuk, heboh, dan merepet tanpa alasan yang mendasar.” Demikianlah sikap, pendirian, komitmen dan istiqamah seorang raja Brunei Darussalam yang takut kepada Allah melebihi takutnya kepada musuh-musuh Allah yang coba menghambatnya untuk menjalankan hukum Allah. Karena raja takut kepada Allah maka Allah akan melindunginya bersama dengan rakyatnya yang juga menyatu dan bersatu bersama rajanya untuk menegakkan hukum Allah.
Syariat Islam di Malaysia
Jika dilihat dari sejarah, maka kedatangan Islam dan proses Islamisasi berlangsung melalui jalur perdagangan atas peranan para pedagang muslim dan muballig dari Arab dan Gujarat. Proses Islamisasi ini berjalan baik dengan berdirinya kerajaan Islam yang pertama di Semenanjung Malaka yaitu kerajaan Islam Kalantan (pertengahan abad ke-12). Pada abad ke-15 kerajaan Islam Malaka berdiri dengan rajanya yang pertama adalah Parameswara Iskandar Syah, yang memeluk islam pada tahun 1414 M dengan gelar Sultan Muhammad Syah. Kerajaan ini tercatat sebagai kerajaan pertama di Malaysia yang memiliki undang-undang tertulis yang disebut dengan “Undang-Undang Malaka”.
Sejak tahun 1980-an Islam di Malaysia mengalami kebangkitan yang ditandai dengan semaraknya kegiatan dakwah dan kajian Islam oleh kaum intelektual hal ini mulai dirintis oleh seorang antropolog Canada Juqith Nagata dalam karyanya The Flowering of Malaysian Islam. Serta beberapa karya lain seperti Islamic Resurgence oleh Candra Muzaffar, Islamic Revivalisme in Malaysia oleh Zainal Anwar.
Sebagaimana diketahui sejak kemerdekaannya dari Inggris pada tanggal 16 September 1963, pemerintahan dikuasai oleh Barisan Nasional sebuah koalisi beberapa partai diantaranya yang terkuat adalah UMNO (United Malaya National Organization), yang memimpin Front Nasional menikmati politik graduasi serta memasukkan secara selektif nilai-nilai keislaman ke dalam kebijakan pemerintah dan tetap menjunjung tinggi konsitusi Malaysia.
Peranan politik Islam di Malaysia lebih tampak sekitar tahun 1980-an PAS yang setiap kampaye politiknya menyerukan untuk membentuk negara Islam dan memperjuangkan terwujudnya sebuah masyarakat dan pemerintahan yang terlaksana di dalamnya nilai-nilai Islam, hukum-hukum menuju keridhaan Allah, mempertahankan kesucian Islam, serta kemerdekaan dan kedaulatan negara. Para pemimpin PAS juga sering mengemukan visi dan misinya tentang sebuah negara Islam Malaysia yang menerapkan hukum Islam berdasarkan Alquran dan Sunnah Nabi. Karena visi dan misinya itulah, PAS mendapat cap sebagai partai Islam fundamentalis bahkan kelompok garis keras Islam. Partai ini banyak mendapat dukungan dari masyarakat yang dinominasi oleh orang-orang muslim seperti di Kelantan, Trengganu, Kedah dan Perlis.
Fenomena keislaman di negeri Jiran ini, telah merasuk dalam berbagai elemen dan segmen kehidupan sosial masyarakat. Bukti dari hal tersebut antara lain; Pembentukan Bank Islam, sistim Asuransi Islam, Universitas Islam Internasional, penyempurnaan administrasi keagamaan Islam dan pengadilan syari’ah, diberlakukan aturan dan undang-undang yang mencerminkan nilai dan ajaran Islam. Semua realitas di atas sepenuhnya didukung oleh pemerintah yang berkuasa.
“Malaysia adalah sebuah negara dengan bendera nasional bergambar bulan sabit dan bintang, dengan konstitusi yang menyatakan Islam sebagai agama resmi, dengan Perdana Menteri yang memberi perioritas tertinggi untuk menyatukan kaum muslim, dengan pemerintahan yang semua menteri utamanya beragama Islam, dan dengan idologi nasional yang ditegaskan oleh pemerintah bahwa merupakan “tugas suci setiap warga negara untuk membela dan mendukung” konsitusi yang menjamin kedudukan istimewa bangsa Melayu, peranan Sultan, dan penetapan Islam sebagai agama resmi .
Dari penjelasan di atas, dapat memberi gambaran adanya dukungan kebijakan politik pemerintah akan penerapan hukum Islam di Malaysia.
Pada dekade 80-an telah diupayakan perbaikan hukum Islam di berbagai negara bagian. Untuk itu, sebuah konferensi nasionasl telah diadakan di Kedah untuk membicarakan hukum Islam, khususnya yang berkaitan dengan masalah hukum pidana. Maka dibentuklah sebuah komite yang terdiri dari ahli hukum Islam dan anggota bantuan hukum, kemudian mereka dikirim ke berbagai negara Islam untuk mempelajari hukum Islam dan penerapannya di negara-negara tersebut. Sebagai wujud perhatian pemerintah federal kepada hukum Islam, maka pada saat yang sama dibentuk beberapa komite diantaranya bertujuan untuk menelaah struktur, yuridiksi, dan wewenang Pengadilan Syari’ah dan merekomendasikan pemberian wewenang dan kedudukan yang lebih besar kepada hakim Pengadilan Syaria’ah, mempertimbangkan suatu kitab UU hukum keluarga Islam yang baru guna mengantikan yang lama sebagai penyeragaman UU di negara-negara bagian. Dan salah satu komite juga mempertimbangkan proposal adaptasi hukum acara pidana dan perdata bagi Pengadilan Syari’ah.
Walaupun beberapa masalah telah diatur dalam hukum Islam di Malaysia, namun hukum Inggris tetap diberlakukan pada sebagian besar legislasi dan yudisprudensi. UU Hukum Perdata 1956 menyebutkan bahwa jika tidak didapatkan hukum tertulis di Malaysia, Pengadilan Perdata harus mengikuti hukum adat Inggris atau aturan lain yang sesuai. Dengan demikian hukum Islam hanya berlaku pada wilayah yang terbatas, yaitu yang berhubungan dengan keluarga dan pelanggaran agama. Dalam hukum keluarga, pengadilan perdata tetap memiliki yuridiksi, seperti dalam kasus hak milik, warisan, serta pemeliharan anak. Bila terdapat pertentangan antara pengadilan perdata dan syari’ah, maka kewenagan peradilan perdata lebih diutamakan.
Melihat kenyataan tersebut di atas, eksistensi hukum Islam di Malaysia sesungguhnya belum berlaku secara menyeluruh terhadap semua penduduk negara tersebut. Hal ini karena masih adanya pengaruh hukum koloni Inggris yang pernah menjajah Malaysia.Tampaknya hukum Islam di Malaysia masih membutuhkan penelaahan secara menyeluruh dan legislasi untuk membuat hukum Islam di Malaysia menjadi efektif, Sehingga Malaysia pernah Ingin Belajar Syariat Islam di Aceh (baca Serambi Indonesia Kamis, 4 September 2014).
Syariat Islam di Aceh
setelah konflik yang berkepanjangan terjadi di aceh, penerapan syariat Islam di Aceh secara de facto dan de jure terwujud, yaitu didasarkan atas UU No. 44 tahun 1999 dan UU No. 18 tahun 2001.
Dalam rangka pelaksanaan syariat islam di aceh, maka dilakukan penulisan rancangan qanun aceh tentang pelaksanaan aspek-aspek syariat islam sebagai upaya melahirkan hukum positif aceh menjadi intensif setelah kehadiran UU No. 18 tahun 2001. Rancangan qanun tersebut dirumuskan kedalam tiga bidang, yaitu :
1. Penulisan qanun tentang keberadaan, susunan dan tupoksi peradilan syariat islam itu sendiri serta qanun dibidang aqidah, ibadah, serta syiar islam.
2. Penulisan qanun dibidang pidana materil dan formil.
3. Penulisan qanun di bidang muamalat.
Pelaksanaan syariat islam di aceh telah berjalan selama tujuh tahun, namun kesan syariah di wilayah ini belum lagi selaras dengan perjalanan waktu tersebut. Ketika di ikhtisarkan berlakunya syariat islam di aceh yang dilambangkan oleh mahkamah syar’iyah aceh pada 15 maret 2002, suasana aceh yang gemuruh dengan hukum islam terlihat dimana-mana. Namun setelah itu hanya aktifitas cambuk terhadap beberapa kasus judi, khamar dan khalwat di beberapa wilayah/kabupaten saja yang menjadi patron berlakunya syariat islam di aceh, sehingga pihak-pihak tertentu yang anti terhadap syariah menyimpulkan tidak layak berlakunya syariat islam di aceh dan mengatakan itu pelanggaran Ham.
Untuk suksesnya pelaksanaan syariat Islam di Aceh, maka pemerintah Aceh, daerah harus berani menerapkan secara kaffah di mana harus diterapkan kepada orang-orang yang duduk dipemerintahan, lalu kepada rakyat. Sehingga hilangnya Coruption Maniac, proyek-proyek Abu Nawas, proyek-proyek fiktif dan lainnya yang merugikan rakyat, .berubah menjadi pelayan masyarakat yang terkontrol dengan baik, peduli rakyat serta mensejahterakan semua lapisan masyarakat. Ini inti pokok yang harus diperhatikan dalam proses pelaksanaan syariat Islam di Aceh.
Memang kita akui pelaksanaan syariat Islam di jaman modern cukup berat karena kita telah terkontaminasi dengan budaya-budaya barat yang mengalir bagaikan air bah, di segala lini, disegala aspek kehidupan, dari kota hingga ke desa-desa. Ini kita akui karena kita manusia yang selalu cenderung kepada keburukan. Antara yang baik dan buruk itu sama porsinya, namun manusia cenderung kepada keburukan.
Semoga pelaksanaan syariat Islam di Aceh semakin hari semakin lebih baik, yang terpenting Pemerintah Daerah Aceh harus tegas dan berani dalam menerapkan kebijakan syariat islam, terutama untuk dirinya dan juga untuk rakyatnya, sehingga apa yang kita cita-citakan akan tercapai.
Oleh: tgk.yuswadi
Sum: berbagai sumber
Asal: salah satu Dayah di Pidie
Semoga bermanfaat..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar