class='date-header'>Selasa, 15 November 2016

KEKHALIFAHAN USMAN BIN AFFAN
(NEPOTISME USMAN BIN AFFAN DAN FITNAH AL-QUBRA)
OLEH: YUSWADI 

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
            Usman bin Affan, salah satu shahabat Nabi Muhammad dan dikenal sebagai khalifah Rasulullah yang ketiga. Pada masa Rasulullah masih hidup, Usman terpilih sebagi salah satu sekretaris Rasulullah sekaligus masuk dalam Tim penulis wahyu yang turun dan pada masa Kekhalifahannya al-Quran dibukukan secara tertib. Usman juga merupakan salah satu shahabat yang mendapatkan jaminan sebagai ahlul jannah. Kekerabatan Usman dengan Muhammad Rasulullah bertemu pada urutan silsilah ‘Abdu Manaf.[1]  Rasulullah berasal dari Bani Hasyim sedangkan Usman dari kalangan Bani Umaiyah. Antara Bani Hasyim dan Bani Umaiyah sejak jauh sebelum masa kenabian Muhammad, dikenal sebagai dua suku yang saling bermusuhan dan terlibat dalam persaingan sengit dalam setiap aspek kehidupan.[2] Maka tidak heran jika proses masuk Islamnya Usman bin Affan dianggap merupakan hal yang luar biasa, populis, dan sekaligus heroik. Hal ini mengingat kebanyakan kaum Bani Umaiyah, pada masa masuk Islamnya Usman, bersikap memusuhi Nabi dan agama Islam.
Usman Bin Affan terpilih menjadi khalifah ketiga berdasarkan suara mayoritas dalam musyawarah tim formatur yang anggotanya dipilih oleh Khalifah Umar Bin Khaththab menjelang wafatnya. Saat menduduki amanah sebagai khalifah beliau berusia sekitar 70 tahun.[3] Pada masa pemerintahan beliau, bangsa Arab berada pada posisi permulaan zaman perubahan. Hal ini ditandai dengan perputaran dan percepatan pertumbuhan ekonomi disebabkan aliran kekayaan negeri-negeri Islam ke tanah Arab seiring dengan semakin meluasnya wilayah yang tersentuh syiar agama.
Faktor-faktor ekonomi semakin mudah didapatkan. Sedangkan masyarakat telah mengalami proses transformasi dari kehidupan bersahaja menuju pola hidup masyarakat perkotaan.
Dalam manajemen pemerintahannya Usman menempatkan beberapa anggota keluarga dekatnya menduduki jabatan publik strategis. Hal ini memicu penilaian ahli sejarah untuk menekankan telah terjadinya proses dan motif nepotisme dalam tindakan Utsman tersebut.[4]
Beberapa penulis Muslim mencoba melakukan rasionalisasi bahwa tindakan Usman tersebut bukan tanpa alasan. Hal ini merupakan sebuah upaya pembelaan terhadap tindakan Usman tidak atau bahkan sama sekali jauh dari motif nepotisme. Sebagai contoh salah satu bentuk rasionalisasi menyebutkan bahwa Usman mengangkat wali - wali negeri dari pihak keluarga beralasan untuk memperkuat wilayah kekuasaannya melalui personal yang telah jelas dikenal baik karakteristiknya.[5] Hal ini mengingat wilayah kekhilafahan pada masa Usman semakin meluas. Demikian juga tanggung jawab dakwah dimasing-masing wilayah tersebut.
Dalam Manajemen, mengangkat pekerja berdasarkan kekerabatan bukan hal yang salah. Kemungkinan pengenalan karakteristik anggota keluarga jelas lebih baik dibandingkan melalui seleksi dari luar keluarga. Jika hal tersebut menyangkut kinerja dan harapan ketercapaian tujuan dimasa mendatang jelas pemilihan bawahan dari pihak keluarga tidak bertentangan dengan sebuah aturan apa pun. Artinya secara mendasar nepotisme sendiri bukan merupakan sebuah dosa. Namun demikian kata “nepotisme’ dewasa ini telah mengalami perubahan makna substansial menjadi bermuatan negative. Bukan hanya bagi Indonesia, namun bagi sejumlah negara “pendekatan kekeluargaan” tersebut telah menempati urutan teratas bagi kategorisasi “dosa-dosa politis” sebuah rezim kekuasaan.
            Oleh karena itu maka penjelasan bahwa pemilihan anggota keluarga untuk menempati struktur kepemimpinan dalam kasus khalifah Usman dengan rasionalisasi pengenalan karakteristik, jelas kurang relevan diterapkan pada masa ini, walaupun bukan berarti tidak benar. Maka salah satu jalan yang harus dilakukan guna membedah isu seputar nepotisme ini adalah melalui cross check sejarah terhadap masing-masing anggota keluarga Usman yang terlibat dalam kekuasaan. Disadari proses ini tidaklah mudah.
B.Rumusan Masalah
1.      Apa Sejarah perkembangan Kekhalifahan Usman bin Affan ?
2.      Apa Nepotisme Usman bin Affan dan fitnah al-Qubra?
C.Manfaat
1.      Untuk mengetahui Sejarah perkembangan Khalifah Usman bin Affan ?
2.      Untuk mengetahui Nepotisme Usman bin Affan dan fitnah al-Qubra?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah perkembangan Kekhalifahan Usman bin Affan  
1.      Riwayat Hidup Khalifah Usman bin Affan (644-656 M)
Siapa Usma ibn Affan ?
Beliau ialah Usman bin Affan bin Abi al-‘Ash bin Umaiyah bin Abdus Syams bin Abd Manaf bin Qushayyi bin Kilab nasabnya dari keturunan Umaiyah salah satu pembesar Quraish. Bapaknya bernama Affan dan ibunya bernama Urwah binti Kuraiz dari Bani Syams juga. Usman dilahirkan pada tahun keenam tahun gajah. Ia lebih muda dari Nabi enam tahun.[6] Di masa anak-anak dan masa remajanya, ia hidup boros, seperti orang-orang Quraish umumnya, terutama Bani Umaiyah. Sesudah Rasulullah diutus oleh Allah ia termasuk yang mula-mula masuk dalam Islam. Dalam riwayat yang lain bahwa ia tumbuh dengan akhlak yang mulia, dan beografi kehidupan yang sangat baik, rendah hati, jujur. ia pemalu, dan sangat pemalu. Sebab-sebabnya ia masuk Islam para sejarawan menyebutkan beberapa sumber, yang sebagian dapat kita catat di sini.
Sewaktu pertama kali Nabi Muhammad menyerukan Islam, Usman berusia 34 tahun. Pada suatu malam ia bermimpi mendengar seseorang memanggil-manggil dirinya. Setelah bangun dari tidurnya, jiwa dan pikiran Usman penuh dengan ilham ketuhanan. Maka ia segera menemui Nabi Muhammad dan menyatakan diri masuk Islam.[7]
Setelah Usman bin Affan masuk Islam dia menikahi Ruqayyah anak Rasulullah saw, ketika itu umur Ruqayyah belum mencapai 20 tahun kendati itu bukan putri Rasulullah saw yang tertua, sementara umur Usman ketika itu sudah hampir 40 tahun, dan di zaman jahiliah itu sudah pernah menikah dan mendapat julukan Abu Umar.[8]
Setelah wafatnya Ruqayyah beliau menikahi Umi Kalsum, adik Ruqayyah. Tetapi Umi Kalsum juga meninggal ketika ayahnya masih hidup dan alangkah beratnya kesedihan yang harus diderita Usman. Rasulullah menghiburnya dengan mengatakan: “andaikata ada putri kami yang ketiga, niscaya kami kawinkan kepada engkau, “Karena pernikahan Usman dengan Ruqayyah dan kemudian dengan Umi Kalsum itulah, maka kaum muslimin kemudian memberinya gelar dengan Zun Nurain.[9]
Usman tidak ikut perang Badar karena sedang merawat Ruqaiyah. Tetapi sesudah tahun berikutnya dan perang Uhud ia juga terjun bersama-sama dengan Muslimin yang lain. Kemudian peranannya dan peranan yang lainnya pada waktu itu, sebenarnya pihak muslimin pagi itu sudah mendapat kemenangan, tetapi kejadiannya kemudian berbalik menimpa mereka. Pihak Quraisy lalu mengumumkan bahwa Muhammad sudah terbunuh. Berita ini membuat pihak muslimin jadi porak-poranda dan sebagian mereka ada yang lari, tetapi tak lama kemudian pihak muslimin tahu bahwa nabi masih hidup. Mereka segera ke tempat Nabi dan berusaha melindunginya dari serangan Kuraisy.[10]
Menurut Khalid, Muhammad dalam perang Uhud ikut menyerang dan berperang. Akan tetapi ketika pasukan Quraish mengejutkan kaum muslimin dengan serangan yang tak terduga, terdengar suara keras, “Muhammad telah mati” dan suara itu membuat Usman kebingungan, sehingga menyebabkannya lari dari medan perang bersama orang-orang yang lari mundur terdorong oleh kebingungan serupa. Allah menghargai balasan mereka dan menerima permintaan maaf mereka serta turun wahyu mengenai urusan mereka yang mengatakan, bahwa Allah telah memaafkan mereka.
Sesudah perang Uhud Usman juga ikut dalam perang Khandaq, perang Khaibar dan dalam pembebasan Mekkah. Kemudian ekpedisi Hunain, Ta’if dan Tabuk. Dalam semua tugasnya itu ia tidak berbeda dengan muslimin yang lain, tidak harus di depan atau di belakang, sebab dia memang bukan pahlawan perang seperti Hamzah bin Abdul Muthalib , Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqas dan Khalid bin Walid yang telah dapat menggerakkan semangat perang dalam hati mereka dan mendorong mereka terjun ke dalam barisan di medan laga menghadapi maut tanpa ada rasa gentar. Malah orang yang berhati cabar pun akan berangkat di waktu perang, yang dalam barisan demikian ia bukan berada di depan, juga bukan di belakang.[11]
Usman orang yang begitu cinta damai, juga sangat pemurah, dia mengeluarkan hartanya demi kebaikan kaum muslimin. Sesudah Rasulullah saw mengambil keputusan akan menghadapi Romawi di Tabuk dan sudah menyiapkan “Pasukan Usrah”, Usman menyediakan 300 unta lengkap dengan isinya dan 1000 dinar di tangan Rasulullah saw untuk dipergunakan dalam perang itu.[12]
2.      Pengangkatan Menjadi Khalifah
Dari tempat tidur dan berbaring karena luka yang disebabkan oleh tikaman peroz (Abu Lu’lu’ah), Umar ra membentuk team yang terdiri dari atas enam orang sahabat terkemuka untuk menentukan penggantinya sebagai khalifah diantara anggota team.[13]
Pemilihan Usman bin Affan sebagai khalifah dilakukan secara musyawarah. Hal ini sudah tampak pada sikap khalifah Umar bin Khatab yang tidak menentukan calon pengganti tampuk kepemimpinan setelahnya. Beliau hanya menunjuk 6 orang tokoh penting yang jua berperan dalam pemerintahannya untuk menetapkan khalifah setelahnya dengan cara musyawarah. Mereka adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdur Rahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Az-Zubair bin Al-Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqqash.[14]
Di dalam perundingan itulah Abdurrahman bin Auf mengajukan saran untuk menentukan calon yang akan diajukan sebagai khalifah. Dua calon terpilih dari para sahabat tersebut adalah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Sejarah mengatakan bahwa majlis musyawarah memutuskan untuk mengambil suara dari para penduduk Madinah Al-Munawwarah melalui cara berdialog kepada para tokoh-tokoh dan sebagian masyarakat untuk mengajukan pendapatnya dalam pemilihan khalifah setelah wafatnya Umar bin Khatab.
Dari sekian pendapat yang diajukan kepada masyarakat madinah, maka diperolehlah pendapat yang kuat akan terpilihnya Usman bin Affan sebagai khalifah. Pendapat tersebut patut dibawa ke dalam forum untuk menentukan seorang yang pantas untuk menjadi khalifah. Usman sebagai calon terpilih diminta kesanggupannya untuk memimpin pemerintahan ummat Islam pada waktu itu. Dengan penuh keberaniannya Usman bin Affan bersedia untuk menggantikan posisi Umar bin Khatab sebagai khalifah.
Pemilihan terhadap Usman tersebut berlangsung pada pengunjung bulan Zulhijjah tahun 23 H/644 M dan diresmikan pada awal muharram 24 H/644 M, dengan dilakukannya pembai’atan kalifah Usman bin Affan oleh seluruh umat muslim.[15]
3.      Prestasi Yang Pernah diraih Pada Masa khalifah Usman bin Affan
Masa kekhalifahan Usman bin Affan merupakan masa yang paling makmur dan sejahtera. Ada yang menyebutkan dalam ceritanya sampai rakyatnya melakukan haji berkali-kali. Bahkan seorang budak dijual sesuai berdasarkan berat timbangannya. Beliau adalah khalifah yang pertama kali melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Beliau mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya, membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara. Hal ini belum pernah dilakukan oleh khalifah sebelumnya. Abu Bakar dan Umar bin Khatthab biasanya mengadili suatu perkara di masjid.
Pada masa Usman khutbah Idul fitri dan idul adha didahulukan sebelum shalat. Begitu juga adzhan pertama pada shalat Jum’at. Beliau memerintahkan umat Islam pada waktu itu untuk menghidupkan kembali tanah-tanah yang kosong untuk kepentingan pertanian. Pada masa Usman juga, kekuatan Islam melebarkan ekspansi. Untuk pertama kalinya, Islam mempunnyai armada laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sofyan yang menguasai wilayah Syria, Palestina dan Libanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal dipakai untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut Tengah. 
Adapun prestasi yang diperoleh selama beliau menjadi Khalifah antara lain bagai berikut: [16]
a). Membangun Masjid Nabawi di Madinah
Sesudah kekhalifahan beralih ketangan Usman, maka yang pertama disampaikannya kepada umum adalah rencana perluas masjid. Setelah bermusyawarah dengan beberapa pemuka, kemudian mereka sepakat untuk merobahkan masjid itu. Lalu membangun kembali dan memperluasnya. Usman menambah perluasan Masjid  itu besar-besaran, namun tidak hanya menahbah perluasannya seperti yang dilakukan oleh khalifah Umar, melainkan ia mengadakan pembaharauan dalam bangunan itu sesuai dengan kecenderungan aspirasinya.
Bahkan seluruh dindingnya dibuat dari batu yang diukir dan tiang-tiangnya dari batu yang dipahat dan mengisinya dengan batang besi, dicor dengan timah serta bagian luarnya diukir dan langit-langitnya dibuat dari kayu yang bermutu tinggi. Dengan demikian berarti bangunan masjid tersebut dibangun dari dasarnya kembali seperti kita bangun sebuah masjid yang baru.[17]
b). Perluasan wilayah Islam
Perlu diketahui bahwa setelah Khalifah Umar RA wafat ada beberapa daerah yang membelot terhadap pemerintahan Islam. Sebagaimana yang di lakukan oleh Yazdigard yang berusaha menghasut kembali masyarakat Persia agar melakukan perlawanan terhadap penguasa Islam, akan tetapi pemerintah Islam berhasil memusnahkan gerakan pemberontakan sekaligus melanjutkan perluasan ke negeri – negeri Persi lainnya, sehingga beberapa kota besar seperti Hisraf, Kabul, Turkistan jatuh pada kekuasaan Islam. Juga terdapat daerah lain yang membelot dari pemerintahan Islam, seperti Khurosan dan Iskandaria, adapun Iskandaria bermula dari kedatangan kaisar Konstan II dari Roma Timur atau Bizantium yang menyerang Iskandaria dengan mendadak, sehingga pasukan Islam tidak dapat menguasai serangan . Panglima Abdullah bin Abi Sarrah yang menjadi wali di daerah tersebut meminta pada kholifah Utsman untuk mengangkat kembali panglima ‘Amru bin ‘ash yang telah di berhentikan untuk menangani masalah di Iskandaria. Dan permohonan tersebut di kabulkan, selain itu ,kholifah Usman bin Affan juga mengutus Salman Rabi’ah al-Baini untuk berdakwah ke Armenia. Ia berhasil mengajak kerjasama penduduk Armenia.
Perluasan Islam memasuki Tunisia (Afrika Utara) di pimpin oleh Abdullah bin Sa’ad bin Abi Zarrah, yang mana Tunisia sudah lama sebelumnya di kuasai Romawi. Tidak hanya itu saja pada saat Syiria bergubernurkan Mu’awiyah, ia berhasil menguasai Asia kecil dan Cyprus. Dimasa pemerintahan Usman, negeri – negeri yang telah masuk ke dalam kekuasaan Islam antara lain : Barqah, Tripoli Barat, bagian selatan negeri Nubah, Armenia dan beberapa bagian Thabaristan bahkan telah melampui sungai Jihun (Amu Daria), negeri Balkh (Baktaria) Hara, Kabul, Gaznah di Turkistan.
c). Pembentukan Armada laut Islam
Pembangunan angkatan laut bermula dari adanya rencana khalifah usman bin affan untuk mengirim pasukan ke Afrika, Mesir, Cyprus. Untuk sampai ke daerah tersebut harus melalui lautan. Pada saat itu, Muawiyah, gubernur di Syiria harus menghadapi serangan angkatan laut Romawi di daerah pesisir provinsinya. Untuk itu, ia mengajukan permohonan kepada khalifah Usman untuk membangun angkatan laut dan di kabulkan oleh khlifah. Itulah pembangunan armada yang pertama dalam sejarah Dunia Islam. Selain itu, keberangkatan pasukan ke Cyprus yang melalui lautan, juga ummat Islam agar membangun armada angkatan laut. Pada saat itu pasukan di pimpin oleh Abdullah bin Qusay al–Harisi yang di tunjuk sebagai Amirul Bahr atau panglima angkatan laut. Di samping itu, serangan yang di lakukan oleh bangsa Romawi ke Mesir melalui laut, juga memaksa ummat Islam agar segera mendirikan angkatan laut. Bahkan pada tahun 646 M, bangsa Romawi telah menduduki Alexandria dengan penyerangan dari laut. Atas perintah khalifah Usman, Amr bin Ash dapat mengalahkan bala tentara bangsa Romawi dengan armada laut yang besar pada tahun 651 M di Mesir.
d). Kodifikasi al-Qur’an
Pemerintahan Islam semakin meluas, beberapa negara telah di taklukkan dan para Qari’ pun tersebar di berbagai daerah, sehingga perbedaan bacaan pun terjadi yang di akibatkan berbedanya qira’at dari qari’ yang sampai pada mereka. Sebagian kaum muslimin tidak mempermasalahkan perbedaan tersebut, karena perbedaan – perbedaan tersebut di sandarkan pada Rasul SAW. Sebagian yang lain khawatir akan menimbulkan keraguan pada generasi berikutnya yang tidak langsung bertemu Rasul SAW. Ketika terjadi peperangan di Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Irak, Hudzaifah melihat banyak perbedaan dalam bacaan al-Qur’an. Melihat hal tersebut beliau melaporkannya kepada khalifah Usman. Para sahabat khawatir kalau perbedaan tersebut akan membawa perpecahan pada kaum muslimin. Mereka sepakat menyalin lembaran pertama yang telah di lakukan oleh khalifah Abu Bakar yang di simpan oleh istri Rasul SAW, sayyidah Hafshah RA. Dan menyatukan umat Islam dengan satu bacaan.
Selanjutnya Khalifah ‘Usman mengirim surat pada Sayyidah Hafsah agar mengirimkan lembaran–lembaran yang bertuliskan al–Qur’an, kemudian Sayyidah Hafshah mengirimkannya kepada khalifah Usman. Khalifah Usman memerintahkan para sahabat antara lain; Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair,  Sa’ad bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam, untuk menyalin mushaf . Khalifah Usman berpesan bila anda berbeda pendapat tentang hal al–Qur’an maka tulislah dengan ucapan lisan Quraisy karena al–Qur’an diturunkan di Quraisy. Setelah mereka menyalin ke dalam beberapa mushaf, khalifah Usman mengembalikan lembaran mushaf asli kepada Sayyidah Hafshah. Selanjutnya ia menyebarkan mushaf yang telah di salinnya ke seluruh daerah dan memerintahkan agar semua bentuk lembaran mushaf yang lain di bakar. Mushaf ditulis sebanyak lima buah, empat buah di kirimkan ke daerah – daerah Islam supaya disalin kembali, satu buah di simpan di Madinah untuk Khalifah Usman sendiri dan mushaf ini di sebut mushaf al-Imam atau mushaf Usmani.
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa motif pengumpulan mushaf oleh Khalifah Abu Bakar dan khalifah Usman bin affan berbeda. Pengumpulan mushaf yang di lakukan oleh Khalifah Abu Bakar dikarenakan adanya kekhawatiran akan hilangnya al–Qur’an karena banyak huffadz yang meninggal pada peperangan, sedangkan motif pengumpulan mushaf oleh Khalifah Usman dikarenakan banyaknya perbedaan bacaan yang di khawatirkan timbulnya perpecahan. 
B. NEPOTISME USMAN BIN AFFAN DAN FITNAH AL-QUBRA
1.      Nepotisme Usman  bin Affan
Pada masa awal pemerintahan Usman bin Affan menuai berbagai keberhasilan dan kejayaan, yang ditandai dengan perluasan wilayah kekuasaan Islam, pengukuhan angkatan laut pertama tentara Islam, penyeragaman penulisan al-Qur’an, namun pada masa-masa akhir pemeritahannya timbul kritikan dan protes rakyat, terutama di daerah Kuffah, Basrah dan Mesir. Mereka menilai bahwa Usman bin Affan telah melakukan “Nepotisme”.
Mereka berkata bahwa Dia menguntungkan sanak familinya Bani Umaiyah, dengan jabatan-jabatan tertinggi dan harta kekayaan. Mereka menuduh gubernur-gubernur Umaiyah tidak efisien, suka menindas dan menyalahgunakan Harta Baitul Mal.[18]
Kelemahan dan nepotisme (hal memberikan pekerjaan kepada anggota keluarganya) telah membawa khalifah ke puncak kebencian rakyat, yang pada waktu kemudian meletus menjadi pertikaian yang mengerikan dikalangan ummat Islam.[19]
Khalifah Usman juga mengangkat Marwan bin Hakam sebagai sekretaris utamanya, mengangkat Walid bin Aqba sebagai gubernur Kuffah, Mu’awiyah sebagai gubernur Syiria, Abdullan bin Abu Sarah (saudara sepupunya) sebagai gubernur Mesir dan masih banyak lagi yang lain diturunkan dari jabatannya.[20]
Adapun daftar keluarga Usman dalam pemerintahan yang dimaksud sebagi alasan motif nepotisme tersebut adalah sebagai berikut :
Muawiyah Bin Abu Sufyan yang menjabat sebagi gubernur Syam, Beliau termasuk Shahabat Nabi, keluarga dekat dan satu suku dengan Utsman. Pimpinan Basyrah, Abu Musa Al Asy’ari, diganti oleh Utsman dengan Abdullah bin Amir, sepupu Utsman. Pimpinan Kuffah, Sa’ad Bin Abu Waqqash, diganti dengan Walid Bin ‘Uqbah, saudara tiri Utsman. Lantas Walid ternyata kurang mampu menjalankan syariat Islam dengan baik akibat minum-minuman keras, maka diganti oleh Sa’id Bin ‘Ash. Sa’id sendiri merupakan saudara sepupu Utsman. Pemimpin Mesir, Amr Bin ‘Ash, diganti dengan Abdullah Bin Sa’ad Bin Abu Sarah, yang masih merupakan saudara seangkat (dalam sumber lain saudara sepersusuan, atau bahkan saudara sepupu) Usman. Marwan Bin Hakam, sepupu sekaligus ipar Utsman, diangkat menjadi sekretaris Negara. Khalifah dituduh sebagai koruptor dan nepotis dalam kasus pemberian dana khumus (seperlima harta dari rampasan perang) kepada Abdullah Bin Sa’ad Bin Abu Sarah, kepada Marwan bin Al Hakkam, dan kepada Al Harits Bin Al Hakam.
Khalifah Usman juga dituduh terlalu boros mengeluarkan belanja dari Baitul Mal dan kebanyakan diberikan kepada sanak familinya, sehingga hampir semuanya menjadi orang yang kaya raya.[21] Padahal Khalifah Usman sebelum dan sesudah masuk Islam merupakan salah seorang yang terkaya, dan bahkan Dia sama sekali tidak mengambil uang yang menjadi haknya dari Baitulmal.[22]
Sebenarnya kebijakan-kebijakan pemerintahan Usman bin Affan lebih banyak dikendalikan oleh Marwah bin Hakam, sehingga Usman dituduh menganut politik nepotisme dan pilih kasih, sehingga hal ini dibesar-besarkan oleh tukang fitnah yang rakus akan kekuasaan dan kedudukan serta keinginan untuk memecah belah kesatuan umat Muslimin, Abdullah bin Saba yang berkeliling di berbagai kota untuk menaburkan keraguan aqidah, mengecam Khalifah Usman dan gubenurnya, serta mengajak semua orang untuk menurungkan Usman dan menggatikannya dengan Ali bin Abi Thalib sebagai usaha menaburkan bibit fitnah dan perpecahan.[23]
Rasa tidak puas terhadap Khalifah Usman menjalar dan seketika segala kritik terhambur kepada Usman dengan kedatang orang-orang dari Mesir dibantu oleh orang-orang dari Kuffah dan Basrah dengan tujuan yang sama memaksa khalifah untuk melepaskan jabatannya. Mereka masing-masing mendatangi Ali, Thalhah dan Zubair dan ketiganya menolak menurunkan khalifah, dan sepikiran hendak memperbaiki perbuatan-perbuatan Usman yang dianggap keliru, dan Ali bin Abi Thalib sebagai moderator khalifah menyampaikan kepada mereka bahwa tuntutannya yaitu mencopot para gubernur dan Marwan bin Hakam dari jabatannya diterima oleh Khalifah, dan mereka diminta untuk kembali kedaerahnya masing-masing.[24]
Tidak lama kemudian mereka kembali dari perjalanannya setelah ditengah perjalanan mereka mencegat seseorang pembantu khusus Khalifah yang membawa surat berstempel khalifah yang berisi perintah terhadap gubernur Mesir agar pembunuh mereka sesampainya mereka di Mesir.[25] Mereka kembali dengan tekad membunuh Khalifah Usman karena menurut prasangka mereka, Khalifah Usman telah mempermainkan mereka. Setibanya di Madinah, mereka menuntut pertanggung jawabannya atas surat tersebut di atas.[26]
Para pemberontakan melakukan pengepungan atas rumah Khalifah Usman bin Affan dan menuntut satu di antara dua hal :
Marwan bin Hakam dihukum qisas Khalifah Usman melepaskan jabatannya sebagai khalifah.
Kedua tuntutan di atas ditolak oleh Khalifah Usman dengan alasan : Marwah bin Hakam baru berencana membunuh, dan belum benar - benar membunuh. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW kepada mereka, ”Bahwasanya engkau Usman akan mengenakan baju kebesaran. Apabila engkau telah mengenakan baju itu, janganlah engkau lepaskan”.[27]
Sikap Usman di dalam peristiwa - peristiwa yang dihadapi termasuk pengepungan pemberontak tidak bergeming sedikitpun untuk menyerahkan otoritas kepemimpinan, namum juga tidak berinisiatif untuk melakukan tindakan refressif sebab itu bukan watak Usman. Bisa saja Usman mempertahankan dan menyelamatkan dirinya sendiri, namun Usman menginginkan persatuan umat tetap terjaga tanpa pertumpahan darah antara sesama kaum muslimin meski nyawa khalifah sendiri menjadi taruhannya.[28]
Sikap seperti di atas, Dia meminta para sahabat yang bersamanya agar tidak memerangi kaum pemberontak. Sehingga kepungan dan desakan semakin hebat, apalagi setelah mendengar berita bahwa ribuan pasukan bantuan akan segera tiba di Madinah untuk melepaskan Usman dari pengepungan. Hal ini membuat keadaan semakin tak terkendali dan pasukan pemberontak kian menguasai keadaan akhirnya tragedi berdarah yang sangat memilukan dalam sejarah Islam pun tidak dapat dielakan. Dia dibunuh oleh Muhammad bin Abu Bakar selaku kepala pemberontak dan al-Ghifari ketika sedang membaca al-Qur’an pada waktu subuh tepatnya terjadi pada tanggal 17 Juni 651 M / 35 H dalam usia 84 tahun.[29]
Pembunuhan Khalifah Usman bin Affan bukanlah tujuan utama dari rentetan-rentetan pengepungan para pemberontak. Oleh sebab pembunuhan itu merupakan tujuan utamanya, tentu fitnah akan berhenti dan stabilitas negara akan pulih kembali dengan terbunuhnya Usman dan setelah pengganti Usman ke tahta khalifah. Para penyebar fitnah itu sebetulnya mempunyai tujuan yang lebih berbahaya ketimbang hal-hal di atas, yaitu meruntuhkan fondasi Islam agar umat Islam berpaling dari ajaran - ajarannya serta menebarkan perselisihan dan perpecahan di tengah-tengah umat Islam.[30]
Demikian khalifah Usman bin Affan yang dikenal jujur, pemalu, sederhana, dermawan, lemah lembut, usianya yang sudah lanjut, dan perhatiannya terhadap rakyat dimanfaatkan oleh musuh maupun kerabatnya demi kepentingan pribadi maupun golongan.
2.      Fitnah Al-Qubra
Sebab - sebab terjadinya pemberontakan yang berakhir dengan terbunuhnya Khalifah Usman dapat diteliti dari beberapa segi.
Pertama, bahwa di tengah-tengah masyarakat terdapat sejumlah kelompok yang memeluk Islam tidak dengan sepenuh kesadaran tetapi melainkan untuk kepentingan tertentu seperti Abudullah ibn Saba’, orang Yaman yang semula pemeluk agama Yahudi. Mereka ini menyebarkan hasutan terhadap Usman. Keberhasilan propaganda jahat Abdullah ibn Saba’ membuat jumlah kekuatan pemberontak bertambah banyak.
Kedua, persaingan dan permusuhan antara keluarga Hasyim dan keluarga Umaiyah turut memperlemah kekuatan Usman. Sebelum Nabi Muhammad lahir telah berlangsung persaingan kedua keturunan yang masih bersaudari ini. Pada masa pemerintahan Usman benih kebencian ini tumbuh kembali.
Ketiga, lemahnya karakter kepemimpinan Usman turut pula menyokongnya, khususnya dalam menghadapi gejolak pemberontakan. Bahwa Usman adalah pribadi yang sederhana dan sikap lemah lembut sangat tidak sesuai dalam urusan politik dan pemerinthan, lebih-lebih lagi dalam kondisi yang kritis. Pada kondisi yang demikian dibutuhkan sikap yang tegas untuk menegakkan stabilitas pemerintahan. Sikap seperti ini tidak dimiliki oleh Usman. Pada beberapa kasus ia terlalu mudah untuk memaafkan orang lain sekalipun musuhnya sendiri yang membahayakan. Sikap lemah-lembut ini mendorong pihak-pihak yang bermaksud jahat melancarkan maksudnya.

3.      Kematian Khalifah Usman Bin Affan
Seketika segala kritik telah terhambur datang dari orang dari Mesir Kufah dan Bashrah. Ketiga golongan tersebut menginginkan perubahan amir di setiap wilayahya, bahkan ada yang berkeinginan untuk mengganti khalifah Usman kepada Ali bin Abi Thalib.
Figur yang muncul untuk bersebrangan dengan Usman adalah Ammar bin Yasir. Menurut Ibnu Qutaibah dan yang lain - lain, sejumlah sahabat berkumpul dan memutuskan untuk memberitahu Usman tentang kesalahan-kesalahannya melalui surat. Setalah surat itu ditulis, Nampak Ammar yang menyerahkannya kepada Usman. Tetapi Usman menolak surat itu. Setelah itu, Ammar berkata padanya, “surat ini ditulis oleh sejumlah sahabat sebagai sebuah nmasihat bagimu”. Usman menjawab, “hai anak bani umaiyah! Kau tengah berbohong”. Setelah itu Usman memerintahkan agar ia diusir keluar rumahnya sambil dipukuli.[31]
Orang - orang Mesir meminta khalifah supaya mengganti wali di Mesir dengan Muhammad bin Abu Bakar. Mereka telah muak dengan apa yang dilakukan Abdullah in Sarah sebagai amir. Setelah itu sekitar 700 orang Mesir yang dipimpin Muhammad bin Abu Bakar datang menuju madinah. Namun, di tengah perjalanannya, mereka bertemu dengan seorang budak yang mengaku sebagai pelayan khalifah Usman bin Affan. Dia membawa sepucuk surat yang ditujukan kepada amir Mesir yang isinya adalah untuk membunuh Muhammad bin Abu Bakar. Seketika itu, Muhammad bin Abu Bakar merasa harga dirinya telah diinjak, muncullah ambisi untuk menghabisi khalifah Usman bersama kelompok-kelompoknya.[32]
Sesampainya di Madinah, mereka meminta pertanggung jawaban khalifah atas surat tersebut. Khalifah Usman mengelak bahwa surat itu atas namanya, akan tetapi hal itu adalah fitnah belaka. Para pemberotak menginginkan untuk mengeluarkan juru tulis khalifah yaitu Marwan bin Hakam utuk diminta pertanggung jawabannya, namun tuntutan itu tidak dipenuhi oleh khalifah, khawatir dia dibunuh oleh pemberontak. Hal ini yang memicu kemarahan pemberontak, seakan-akan khalifah Usman sendiri berperan terhadap surat tersebut. Sedangkan Ali bin Abi Talib ingin menyelesaikan persoalan tersebut dengan jalan damai.[33]
Para pemberontak tersebut semakin panas terhadap sikap khalifah, mereka menginginkan agar membunuh khalifah, sebab cara ini adalah yang paling baik menurut mereka. Tibalah pada malam tersebut peristiwa kelam dalam sejarah umat Islam. Khalifah Usman telah terbunuh di tangan pemberontak. Beliau terbunuh dalam keadaan membaca al-Qur’an. Dikatakan bahwa yang membunuh adalah kelompok Muhammad bin Abu Bakar.[34]
Bala bantuan yang dikirimkan pada pembesar sahabat, yaitu Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair terlambat. Meski begitu bantuan tersebut seakan tiada gunanya, karena para pemberontak telah mengepung kediaman khalifah.
Riwayat yang kelam ini terjadi pada tahun 35 H, yakni setelah 11 tahu lamannya beliau memerintah, beliau meninggal dalam usia 81 tahun.[35]
Dengan sikapnya karakter Usman yang seperti itulah akhirnya pada tanggal 17 Juni 656 M Usman dibunuh dengan cara ditikam oleh gerombolan pemberontak yang tiba - tiba datang mengepung rumah khalifah Usman pada saat ketika beliau sedang membaca al-Quran. Pembunuhan yang bermotif politik atas diri Khalifah Usman membawa dampak yang panjang terhadap sejarah Islam sesudahnya.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1.      Usman bin Affan dituduh nepotisme oleh karena telah memberI keistimewaan-keistimewaan kepada keluarganya yang menurut sahabat yang lain telah melanggar aturan pemerintahan, oleh karena banyak sahabat yang lebih pantas dari pada yang diangkat oleh khalifah. Khalifah telah menyalahi bait bahwa dia akan mengikuti sunnah Rasul, Abu Bakar maupun Umar bin Khattab karena telah melenceng dari dua khalifah sebelumnya.
2.      Pemberontakan terhadap Usman terjadi oleh banyak faktor yang melatar belakanginya, namun puncak dari pemberontakan itu terjadi ketika ada surat yang di duga ditulis oleh Usman untuk membunuh Muhammad bin Abu Bakar, yang ternyata yang menjadi pelaku adalah Marwan, namun kekecewaan itu bertambah lagi ketika para sahabat meminta kepada khalifah untuk menyerahkan Marwan tapi tidak dipenuhi oleh khalifah.
3.      Indikator yang kuat tentang pembunuhan Usman adalah karena ada rekayasa terhadap diri beliau untuk menjatuhkan kekhalifahannya, dan itu menjadi sangat jelas ketika dilihat setelah wafatnya beliau di mana Muawiyah menjadikan itu sebagai alasan untuk menuntut darah pembunuh khalifah, namun setelah dia jadi khalifah persoalan siapa pembunuhnya itu tidak dipermasalahkan.
B. SARAN
Sejarah memang peristiwa masa lalu, tetapi ia adalah cermin dalam konteks kekinian. Oleh karena itu kajian dan telaah sejarah harus di pahami dalam konteksnya agar tidak terjebak pada asumsi yang menyimpang dari konteks sejarah itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Abubakar Aceh. Sejarah Al Quran. Cetakan Keenam. (Ramadhani, Surakarta, 1989).
2.      Abu A’la Al Maududi.Khilafah dan Kerajaan. Terj. Al Baqir. (Mizan, Bandung, 1984).
3.      A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam I, (Cet 4, Jakarta, PT.Al-husna Zikra, 2000).
4.      Ahmad al-Usairy, al-Tharikh al-Islamy, diterjemahkan oleh Samson Rahman dengan judul Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. (Cet. I Jakarta, Akbar Media Eka Sarana, 2003).
5.      Ali Mufrodi, Islam Dikawasan Kebudayaan Arab, (Cet I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997).
6.      As-Suyuthi, ”Tarikh Khulafa’”,terj. Samson Rahman, (Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur, 2009).
7.      Hamka, Syarah Umat Islam, (Cet. I, Singapura, Pustaka Nasional PT LTD, 1994).
8.      Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam (Sebuah Ringkasan), (Cet.I, Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2004).
9.      K..Ali, Sejarah Islam Tarikh Pramodern, (Cet.4, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003).
10.  Katsir, Ibnu, “Ringksan Al-Bidayah wa An-Nihayah”, terj. Al-Ghani, Abdur Razak (Ikapi : Jakarta, 2009).
11.  Latif Osman. Ringkasan Sejarah Islam. Cetakan XXIX. (Penerbit Widjaya, Jakarta, 1992).
12.  M.Abdul Karim. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. (Pustaka Book Publisher, Yogyakarta, 2007).
13.  Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan, (Cet. V; Bogor: Pustaka litera Antarnusa, 2007).
14.  Misri A.Muchsin, Dinamika Sejarah Politik Islam Dalam Periode Awal, (Cet I, Yokyakarta, Ar-Raniry Press IAIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, 2007).
15.  Mahyuddin Ibrahim, Nasehat 125 Ulama Besar (Cet. IV, Bandung, Darul Ulum Press, 1993).
1         16.  Muhammad Mahzum, Tahqiq Mawaqif ash-Shabah fi al-Fitnah, diterjemahkan oleh Rosihan             Anwar, dengan judul Studi Kritis Peristiwa Tahkim (Cet. I, Bandung, Pustaka Setia, 1994).
17.  Philip K Hitti, History Of The Arabs, ( Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010).
18.  Rasul Ja’fariyan, Sejarah Khilafah 11-35 H, Judul Asli The History Of Caliphs, (Cet I, Al-Huda, 2006).
19.  Syed Mahmudunnasir, it’s concepts & History, diterjemahkan oleh Adang Afandi dengan judul Islam dan Konsepsi Sejarahnya (Cet. IV bandung, Remaja Rosda Karya, 1994).

https://saripedia.files.wordpress.com/2011/03/map1.gif



[1] Abubakar Aceh. Sejarah Al Quran. Cetakan Keenam. (Ramadhani, Surakarta, 1989). hlm. 37-39.
[2] M.Abdul Karim. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. (Pustaka Book Publisher, Yogyakarta, 2007).  hlm.89.
[3] A. Latif Osman. Ringkasan Sejarah Islam. Cetakan XXIX. (Penerbit Widjaya, Jakarta, 1992).  hlm. 67.
[4] Abu A’la Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan. Terj. Al Baqir. (Mizan, Bandung, 1984). hlm.120-130. 
[5] . A. Latif Osman… hlm.67.
[6] A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam I, (Cet 4, Jakarta, PT.Al-husna Zikra, 2000) hlm.266.
[7] K.Ali, Sejarah Islam Tarikh Pramodern, (Cet.4, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003) hal.178.
[8] A.Syalabi… hlm.266.
[9] K.Ali… hlm.38.
[10] K.Ali… hlm.39.
[11] Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan, (Cet. V; Bogor: Pustaka litera Antarnusa, 2007), hlm.40.
[12] Muhammad Husain Haekal … hlm.41.
[13] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam (Sebuah Ringkasan), (Cet.I, Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2004). hlm.78.
[14] Katsir, Ibnu, “Ringksan Al-Bidayah wa An-Nihayah”, terj. Al-Ghani, Abdur Razak (Ikapi : Jakarta, 2009), hlm.314.
[15] Katsir, Ibnu… hlm.323.
[16] Philip K Hitti, History Of The Arabs, ( Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), hlm.230.
[17] Misri A.Muchsin, Dinamika Sejarah Politik Islam Dalam Periode Awal, (Cet I, Yokyakarta, Ar-Raniry Press IAIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, 2007). Hlm.63-64.
[18] Syed Mahmudunnasir, it’s concepts & History, diterjemahkan oleh Adang Afandi dengan judul Islam dan Konsepsi Sejarahnya (Cet. IV bandung, Remaja Rosda Karya, 1994), hlm. 185.
[19] Ali Mufrodi, Islam Dikawasan Kebudayaan Arab, (Cet I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997). hlm.61.
[20] Syed Mahmudunnasir… hlm 190.
[21] Hamka, Syarah Umat Islam, (Cet. I, Singapura, Pustaka Nasional PT LTD, 1994), hlm 226-227.
[22] Syed Mahmudunnasir… hlm 189.
[23] Ahmad al-Usairy, al-Tharikh al-Islamy, diterjemahkan oleh Samson Rahman dengan judul Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. (Cet. I Jakarta, Akbar Media Eka Sarana, 2003) hlm 165.
[24] Hamka… hlm.234.
[25] Syed Mahmudunnasirhlm.192.
[26] Mahyuddin Ibrahim, Nasehat 125 Ulama Besar (Cet. IV, Bandung, Darul Ulum Press, 1993), hlm.35.
[27] Mahyuddin Ibrahim… hlm.36.
[28] Muhammad Mahzum, Tahqiq Mawaqif ash-Shabah fi al-Fitnah, diterjemahkan oleh Rosihan Anwar, dengan judul Studi Kritis Peristiwa Tahkim (Cet. I, Bandung, Pustaka Setia, 1994) .hlm.143.
[29] Syed Mahmudunnasirhlm.192.
[30] Muhammad Mahzum… hlm.143.
[31] Rasul Ja’fariyan, Sejarah Khilafah 11-35 H, Judul Asli The History Of Caliphs, (Cet I, Al-Huda, 2006). hlm.229.
[32] As-Suyuthi, ”Tarikh Khulafa’”,terj. Samson Rahman, (Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur, 2009). hlm184.
[33] Ali Mufrodi… hlm.63.
[34] As-Suyuthi… hlm.186.
[35] Hamka… hlm.60.

Tidak ada komentar: