Dinasti Makota Alam
Di bawah ini merupakan daftar sultan-sultan Aceh dari Dinasti Makota Alam.# | Nama | Masa pemerintahan | Keterangan |
---|---|---|---|
1 | Sultan Ali Mughayat Syah | 1496-1528 / 7 Agustus 1530[1] | Pendiri kerajaan, putera dari Syamsu Syah |
2 | Sultan Salahuddin ibn Ali Malik az Zahir | 1528 / 1530[1]-1537 / 1539[1] | putra dari No. 1. Wafat tanggal 25 November 1548.[1] |
3 | Sultan Alauddin ibn Ali Malik az Zahir Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar |
1537-1568 / 28 September 1571[1] | putra dari No. 1 dan adik dari No. 2. |
4 | Sultan Ali ibn Alauddin Malik az Zahir Sultan Husain Ali Riayat Syah |
1568 / 1571[1]-1575 / 8 Juni 1579[1] | putra dari No. 3. |
5 | Sultan Muda | 1575 / 1579[1] | putra dari No. 4. Baru berumur beberapa bulan pada saat dijadikan sultan. |
6 | Sultan Sri Alam Sultan Firman Syah ibn Alauddin |
1575-1576 / berkuasa hanya pada 1579[1] | putra dari No. 3. Juga merupakan Raja Pariaman |
7 | Sultan Zainal Abidin ibn Abdullah | 1576-1577 / berkuasa hanya pada 1579[1] | cucu dari No. 3. Putra Sultan Abdullah Raja Aru |
Sultan Aceh keturunan Perak
# | Nama | Masa pemerintahan | Keterangan |
---|---|---|---|
8 | Sultan Alauddin Mansur Syah ibn Ahmad | 1577 / 1579[1]-1589 / dibunuh sekitar 1586[1] | Putra Sultan Ahmad, Sultan Perak 1549-1577. Menantu dari No. 4. |
Sultan Aceh keturunan Inderapura
# | Nama | Masa pemerintahan | Keterangan |
---|---|---|---|
9 | Sultan Ali ibn Munawar Syah Sultan Buyung |
1589 / 1586[1]-1596 / 28 Juni 1589[1] | anak seorang raja Indrapura.[1] (Sultan Munawar Syah) |
Dinasti Darul-Kamal
# | Nama | Masa pemerintahan | Keterangan |
---|---|---|---|
10 | Sultan Alauddin Riayat Syah Sayyid al-Mukammil | 1596 / 1589[1]-1604 | cucu dari saudara ayahnya No. 1. putra dari Firman Syah, keturunan Inayat Syah, raja Darul-Kamal.[1] |
11 | Sultan Ali Riayat Syah | 1604-1607 | putra dari No. 10.[1] |
Peleburan dari kedua dinasti tersebut
# | Nama | Masa pemerintahan | Keterangan |
---|---|---|---|
12 | Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam | 1607-27 Desember 1636 | cucu (melalui ibu) dari No. 10 dan cicit dari No. 3 melalui ayah.[1] |
Sultan Aceh keturunan Pahang
# | Nama | Masa pemerintahan | Keterangan |
---|---|---|---|
13 | Sultan Iskandar Tsani Alauddin Mughayat Syah | 1636-15 Februari 1641 | putra Sultan Pahang, Ahmad Syah II. Menantu dari No. 12 dan suami dari No. 14. |
Sultanah Aceh
# | Nama | Masa pemerintahan | Keterangan |
---|---|---|---|
14 | Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam | 1641-1675 | Putri dari No. 12 dan istri dari No. 13 |
15 | Sri Ratu Naqiatuddin Nurul Alam | 1675-1678 | |
16 | Sri Ratu Zaqiatuddin Inayat Syah | 1678-1688 | |
17 | Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah | 1688-1699 | Saudari angkat dari No. 16, istri dari No. 18, serta ibu dari No. 19 dan No. 20 |
Sultan-sultan Aceh Dinasti Syarif
# | Nama | Masa pemerintahan | Keterangan |
---|---|---|---|
18 | Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin | 1699-1702 | Suami dari No. 17, serta ayah dari No. 19 dan No. 20 |
19 | Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui | 1702-1703 | |
20 | Sultan Jamalul Alam Badrul Munir | 1703-1726 | |
21 | Sultan Jauharul Alam Aminuddin | 1726 | |
22 | Sultan Syamsul Alam | 1726-1727 |
Sultan Aceh keturunan Bugis
Keturunan sultan-sultan terakhir Aceh yang masih memiliki garis keturunan Bugis.[2]# | Nama | Masa pemerintahan | Keterangan |
---|---|---|---|
23 | Sultan Alauddin Ahmad Syah | 1727-1735 | |
24 | Sultan Alauddin Johan Syah | 1735-1760 | putra dari No. 23 |
25 | Sultan Mahmud Syah | 1760-1764 | putra dari No. 24, ditumbangkan oleh |
26 | Sultan Badruddin Johan Syah | 1764-1765 | dipulihkan dan dikembalikan kepada |
25 | Sultan Mahmud Syah | 1765-1773 | |
27 | Sultan Sulaiman Syah | 1773 | dipulihkan dan dikembalikan lagi kepada |
25 | Sultan Mahmud Syah | 1773-1781 | |
28 | Alauddin Muhammad Syah | 1781-1795 | putra dari No. 25 |
29 | Sultan Alauddin Jauhar al-Alam | 1795-1823 | putra dari No. 28. Wali dari No. 27 sampai tahun 1802. Digugat oleh |
30 | Sultan Syarif Saif al-Alam | 1815-1820 | |
29 | Sultan Alauddin Jauhar al-Alam | 1795-1823 | Dikembalikan posisinya dengan bantuan Raffles, Inggris.[3] |
31 | Sultan Muhammad Syah | 1823-1838 | putra dari No. 29. |
32 | Sultan Sulaiman Syah | 1838-1857 | putra dari No. 31. Wali dari No. 33 sampai 1850, digugat oleh No. 33 pada 1870 |
33 | Sultan Mansur Syah | 1857-1870 | putra dari No. 29. |
34 | Sultan Mahmud Syah | 1870-1874 | putra dari No. 32. |
35 | Sultan Muhammad Daud Syah | 1874-1903 | cucu dari No. 33. Wali dari Tuanku Hasyim sampai 1884. Ditangkap oleh Belanda dan turun takhta pada 1903. |
2. 21 Wasiat Sultan Aceh
Selasa, 12 Juni 2012 16:17 WIB
Sebuah translaterisi manuskrip dari kerajaan
Islam Aceh Bandar Darussalam telah ditemukan di perpustakaan Universiti
Kebangsaan Malaysia. Manuskrip ini merupakan ‘Wasiat Sultan Aceh’
kepada pemimpin-pemimpin Aceh pada 913 Hijriah pada tanggal 12 Rabi’ul
Awwal hari Ahad bersamaan 23 Juli, 1507.Isi buku tersebut ialah sebuah kunci untuk rakyat yg di simpan oleh Raja-Raja aceh terdahulu untuk generasi Aceh di masa yang akan datang, isi dalam buku tersebut hanyalah seuntaian wasiat sekaligus nasehat yg dipersembahkan kepada anak cucu generasi Aceh selanjutnya.
Apa yang dilakukan oleh Rakyat Aceh dahulu dalam keseharian mereka sehingga Aceh punya hari yang indah nan gemilang. Satu hal yang perlu dicermati bersama adalah pada saat Kerajaan Aceh Bandar Darussalam berdiri, Sultan Ali Mughayat Syah mengistiharkan “The Aceh Code” atau “Pohon Kerajaan Aceh”. “Aceh Code” ini merupakan 21 kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh rakyat Rakyat Aceh pada saat itu.
Beginilah transliterasi manuskrip dari Kerajaan Islam Aceh Bandar Darussalam yang bertajuk:
KEWAJIBAN RAKYAT KERAJAAN ISLAM ACEH BANDAR DARUSSALAM
Bismillahirrahmanirrahim, Amma Ba’du
1. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh yang lelaki lagi mukaallaf dan bukan gila iaitu hendaklah membawa senjata ke mana-mana pergi berjalan siang-malam iaitu pedang atau sikin panjang atau sekurang-kurangnya rincong tiap-tiap yang bernama senjata.
2. Tiap-tiap rakyat mendirikan rumah atau masjid atau baleeh-baleeh atau meunasah maka pada tiap-tiap tihang di atas puting di bawah bara hendaklah di pakai kain merah dan putih sedikit yakni kain putih.
3. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh iaitu bertani utama lada dan barang sebagainya.
4. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh mengajar dan berlajar pandai emas dan pandai besi dan pandai tembaga beserta ukiran bunga-bungaan.
5. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh yang perempuan iaitu mengajar dan belajar membikin tepun (tenun) bikin kain sutera dan kain benang dan menjaid dan menyulam dan melukis bunga-bunga pada kain pakaian dan barang sebagainya.
6. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh belajar dan mengajar jual-beli dalam negeri dan luar negeri dengan bangsa asing.
7. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh belajar dan mengajar ilmu kebal.
8. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh yang laki-laki mulai taklif syarak umur lima belas tahun belajar dan mengajar main senjata dengan pendekar silek dan barang sebagainya.
9. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh dengan wajib ain belajar dan megajar ilmu agama Islam syariah Nabi Muhammad SAW atas almariq ( berpakaian ) mazhab ahlu-sunnah wal jamaah r. ah ajmain.
10. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh menjauhkan diri daripada belajar dan mengajar ilmu kaum tujuh puluh dua yang di luar ahli sunnah wal jamaah r. ah ajmain.
11. Sekalian hukum syarak yang dalam negeri Aceh diwajibkan memegang atas jalan Mazhab Imam Syafi’i r.a. di dalam sekalian hal ehwal hukum syarak syariat Nabi Muhammad SAW. Maka mazhab yang tiga itu apabila mudarat maka dibolehkan dengan cukup syartan ( syarat ). Maka dalam negeri Aceh yang sahih-sah muktamad memegang kepada Mazhab Syafi’i yang jadid.
12. Sekalian zakat dan fitrah di dalam negeri Aceh tidak boleh pindah dan tidak diambil untuk buat bikin masjid-masjid dan balee-balee dan meunasah-meunasah maka zakat dan fitrah itu hendaklah dibahagi lapan bahagian ada yang mustahak menerimanya masing-masing daerah pada tiap-tiap kampung maka janganlah sekali-kali tuan-tuan zalim merampas zakat dan fitrah hak milik yang mustahak dibahagi lapan.
13. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh membantu kerajaan berupa apa pun apabila fardhu sampai waktu datang meminta bantu.
14. Diwajibkan diatas sekalian rakyat Aceh belajar dan mengajar mengukir kayu-kayu dengan tulisan dan bunga-bungaan dan mencetak batu-batu dengan berapa banyak pasir dan tanah liat dan kapur dan air kulit dan tanah bata yang ditumbok serta batu-batu karang dihancur semuanya dan tanah diayak itulah adanya.
15. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh belajar dan mengajar Indang Mas di mana-mana tempatnya dalam negeri.
16. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh memelihara ternakan seperti kerbau dan sapi dan kambing dan itik dan ayam tiap-tiap yang halal dalam syarak agama Islam yang ada memberi manfaaf pada umat manusia diambil ubat.
17. Diwajibkan ke atas sekalian rakyat Aceh mengerjakan khanduri Maulud akan Nabi SAW, tiga bulan sepuluh hari waktunya supaya dapat menyambung silaturrahmi kampung dengan kampung datang mendatangi kunjung mengunjung ganti-berganti makan khanduri maulut.
18. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh bahawa hendaklah pada tiap-tiap tahun mengadakan Khaduri Laut iaitu di bawah perintah Amirul Bah yakni Panglima Laot.
19. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh mengerjakan Khanduri Blang pada tiap-tiap kampung dan mukim masing-masing di bawah perintah Penglima Meugoe dengan Kejrun Blang pada tiap-tiap tempat mereka itu.
20. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh bahawa tiap-tiap pakaian kain sutera atau benang atau payung dan barang sebagainya yang berupa warna kuning atau warna hijau tidak boleh memakainya kecuali yang boleh memakainya iaitu Kaum Bani Hasyim dan Bani Muthalib yakni sekalian syarif-syarif dan sayed-sayed yang turun menurun silsilahnya daripada Saidina Hasan dan Saidina Husin keduanya anak Saidatina Fatima Zahra Nisa’ Al-Alamin alaihassalam binti Saidina Rasulullah Nabi Muhammad SAW; dan warna kuning dan warna hijau yang tersebut yang dibolehkan memakainya iaitu sekalian kaum keluarga ahli waris Kerajaan Aceh Sultan yang raja-raja dan kepada yang telah diberi izin oleh kerajaan dibolehkan memakainya; kepada siapapun.
21. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh bahwa jangan sekali-kali memakai perkataan yang hak kerajaan: titah, sabda, Karunia, anugerah, murka, daulat, Seri Pada (Paduka), Harap Mulia, Paduka Seri, Singgahsana, tahta, Duli Hadrat, Syah Alam, Seri Baginda, Permaisuri, Ta.
Maka demikianlah sabda muafakat yang sahih-sah muktamad daripada Kerajaan Aceh Bandar Darussalam adanya.(2)
Sumber: 1. (http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_penguasa_Aceh)
2. (http://theglobejournal.com/seni-budaya/21-wasiat-sultan-aceh/index.php)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar