* Azan Dua Kali dan Pegang Tongkat Sunat
BANDA ACEH - Muzakarah ulama yang diselenggarakan Majelis Ulama Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh di aula MPU berakhir Selasa (27/10) siang. Dalam muzakarah itu diputuskan beberapa hal menyangkut praktik shalat Jumat di Masjid Raya Baiturrahman (MRB) Banda Aceh maupun di seluruh masjid di Aceh. Hal-hal yang disepakati, antara lain, azan Jumat dilaksanakan dua kali dan khatib memegang tongkat hukumnya sunat.
Putusan bersama itu ditandatangani delapan orang anggota tim perumus muzakarah. Terdiri atas Prof Dr Tgk H Azman Ismail MA (ketua), Tgk H Mustafa Puteh (wakil), Prof Dr H Syahrizal Abbas (sekretaris), dan anggota: Tgk H Muhammad Amin (Abu Tumin), Tgk H Usman Ali (Abu Kuta Krueng), Prof Dr H Farid Wajdi Ibrahim MA, Tgk H Faisal Ali, serta Tgk Syech Syamaun Risyad Lc MA.
Muzakarah itu diikuti 150 peserta, terdiri atas unsur ulama, teungku-teungku, unsur MPU, cendekiawan muslim, dan beberapa lainnya.
Muzakarah yang awalnya dihadiri Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin pada Senin (26/10) itu, telah menjawab tuntas salah satu tuntutan ribuan masyarakat Aceh Pencinta Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja) saat melakukan parade di Banda Aceh pada 10 September dan 1 Oktober lalu. Salah satu tuntutan yang dilancarkan saat itu, adalah meminta Pemerintah Aceh menyerahkan muzakarah ulama mengenai tata cara ibadah di Masjid Raya kepada MPU Aceh dan menolak dilaksanakan pihak lain.
Seperti acap diberitakan selama ini, pengurus Masjid Raya Baiturrahman didesak untuk mengubah beberapa hal terkait tata laksana shalat Jumat, seperti azan dua kali, khatib memegang tongkat saat berkhutbah, dan muwalat (berturut-turut/mengulang) rukun dua khutbah.
Kemarin, dalam muzakarah telah diputuskan bahwa azan dan khatib memegang tongkat saat berkhutbah adalah disunatkan, sementara muwalat pada khutbah Jumat adalah salah satu syarat dalam khutbah Jumat.
Itu artinya, persoalan yang selama ini mencuat dan hangat diperbincangkan beberapa kalangan, dianggap telah selesai dengan dicapainya hasil muzakarah ulama Aceh.
Tgk H Muhammad Amin atau yang akrab disapa Abu Tumin dalam kesempatan itu mengatakan, pihaknya yang dipercaya peserta muzakarah sebagai salah satu anggota tim perumus merupakan sebuah kepercayaan baginya. “Tim perumus yang telah ditetapkan bukankah merupakan kepercayaan dari peserta muzakarah? Setelah diserahkan suatu kepercayaan kepada kami, keputusan ini sesuai dengan yang disebutkan oleh ulama-ulama dalam kitab-kitab mazhab Syafi’iyah,” kata Abu Tumin.
Hal senada juga dikatakan Tgk H Usman Ali atau Abu Kuta Krueng bahwa keputusan yang diambil tersebut adalah mengikuti Abu Tumin, seorang ulama yang dinilai Abu Kuta Krueng lebih mumpuni di Aceh. “Pendapat lagee neupeugah le Abu Tumin nyan ka sesuai, gob nyan tuha umu, tuha ileumee, dan yang keu lhee na pertimbangan-pertimbangan. Mudah-mudahan geutanyoe sabe lam kesatuan dan persatuan mazhab Syafi’iyah/Pendapat seperti yang dikatakan oleh Abu Tumin itu sudah sesuai. Beliau tua umur, tua ilmu, dan yang ketiga ada berbagai pertimbangan. Mudah-mudahan kita selalu bersatu dalam mazhab Syafi’iyah,” pungkas Abu Kuta Krueng.
Sidang pleno untuk menetapkan keputusan muzakarah kemarin berlangsung dari pukul 11.00 hingga pukul 15.00 WIB. Beberapa peserta sempat menyanggah hasil keputusan muzakarah tersebut. Namun, atas diskusi yang dipimpin Prof Dr Azman Ismail MA selaku ketua tim perumus, semuanya berjalan lancar, meski sempat terjadi perbedaan pendapat.
Sebelum ditandatangani oleh tim perumus, lima poin keputusan muzakarah itu lebih dulu ditanyakan Azman Ismail kepada peserta muazakarah. “Apakah semuanya sudah setuju dengan keputusan ini,” kata Azman Ismail hingga dua kali. Peserta muzakarah pun mengatakan setuju. Setelah itu barulah lembaran hasil keputusan itu ditandatangani oleh tim perumus.
Semoga bermanfaat atas informasi ini, Apa tanggapan kawan2. tulis komentar dibawah..
Oleh: Yus Aceh
Sumb: serambiindonesia.com