class='date-header'>Minggu, 11 Oktober 2015

Jokowi Dinilai Sebagai Kunci untuk Perkuat KPK

JAKARTA- Pakar Tata Hukum Negara Refly Harun menilai semua poin-poin revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) merupakan bentuk pelemahan KPK, alih-alih penguatan.

Ia mengatakan, ini merupakan momentum bagi Presiden Joko Widodo untuk menunjukkan komitmennya memperkuat KPK. Jokowi dinilai sebagai sosok kunci di saat semua kekuatan politik ingin menghabisi lembaga antirasuah tersebut.

"Kita tagih komitmen Presiden Jokowi untuk memperkuat KPK sesuai visi dan misinya. Kuncinya di Presiden. Kalau kita mengandalkan pembantu Presiden, banyak pembantu Presiden yang ingin menghabisi KPK, karena pembantu Presiden juga berasal dari partai politik," ungkap Refly usai menjadi pembicara dalam konferensi pers di M.H. Thamrin, Jakarta, Minggu (11/10/2015).

Refly mencatat setidaknya ada lima pasal dalam draf revisi UU KPK yang menurutnya jelas melemahkan KPK. Pertama, yaitu Pasal 5 dan Pasal 73 revisi UU KPK yang menyebutkan bahwa usia KPK hanya 12 tahun sejak revisi UU KPK disahkan. Yang kedua, yaitu Pasal 53 revisi UU KPK yang menghapus tugas dan kewenangan KPK di bidang penuntutan.

"KPK hanya 12 tahun. Itu kan namanya pengakhiran KPK. Bukan penguatan. Kedua, KPK tidak lagi punya hak untuk menuntut. Sama saja bohong," ujar Refly.

Ia juga menganggap Pasal 14 ayat (1) huruf a revisi UU KPK sebagai ketentuan yang melemahkan KPK. Dalam pasal tersebut KPK diwajibkan untuk memperoleh izin penyadapan dari Ketua Pengadilan Negeri. Padahal, menurut Refly, penyadapan merupakan tools atau perangkat bagi KPK yang selama ini dapat digunakan untuk menangkap para tersangka korupsi, misalnya tersangka suap.

Ia pun meragukan kredibilitas pihak-pihak di pengadilan negeri.

Keempat, Refly menyebutkan Pasal 13 revisi UU KPK yang menjelaskan bahwa KPK tidak bisa menangani kasus yang nilai kerugian negara di bawah Rp 50 miliar dan kasus tersebut harus dilimpahkan ke Kepolisian dan Kejaksaan.

"Kasus yang ditangani KPK harus di atas Rp. 50 miliar. Lama-lama nganggur KPK ini," kata dia.

Pasal berikutnya yang menurut Refly sangat melemahkan KPK adalah Pasal 41 ayat (3) revisi UU KPK dimana penyelidik dan penyidik KPK hanya dapat dipilih dari unsur Kepolisian atau Kejaksaan, berdasarkan usulan dari masing-masing lembaga.

Hal tersebut, menurut Refly, akan menghambat proses penyidikan dan penyelidikan terlebih jika yang disasar berasal dari unsur Kepolisian atau Kejaksaan. "Semua aturan di situ memperlemah KPK. Tidak ada yang memperkuat," ucap Refly.

Semoga bermanfaat atas informasi ini, Apa tanggapan kawan2. tulis komentar dibawah..

Oleh: Yus Aceh
Sumb: Kompas.com

Tidak ada komentar: